Aku dan Kamu, Kita Semua Merdeka dari Covid-19

Baca Juga

MATA INDONESIA, – Merdeka! Indonesia sudah merdeka sejak 76 tahun yang lalu. Di hari ulang tahun ke-76 Republik Indonesia ini, kita perlu mengkaji ulang apa yang terjadi dalam 1 tahun belakangan. Mari kita sekilas melihat ke belakang apa yang sudah kita jalani pada pandemi Covid-19.

Pandemi sudah hampir 2 tahun melanda negeri ini. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayah Asia Tenggara, Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki jumlah terkonfirmasi Covid-19 paling tinggi.

Kita mesti belajar dari kasus Malaysia, di mana negara tetangga sempat mendapat pujian dari negara asing karena transmisi lokal harian Covid-19 mencapai nol selama beberapa hari. Namun hal itulah yang membuat mereka lupa dengan kenyataan bahwa pandemi Covid-19 belum selesai. Malaysia tetap menjalankan kampanye dan pemilu yang menyebabkan peningkatan kasus yang signifikan dalam beberapa hari terakhir. Jika melihat statistik hingga artikel ini dituliskan, kasus Covid-19 per 1 juta penduduk Indonesia berada di titik 14.705 kasus, sementara Malaysia mencapai 48.673 kasus. Angka ini hampir 2 kali lipat dari kasus di seluruh dunia yang mencapai 27.196 kasus tiap 1 juta penduduk.

Satu hal yang memang tidak bisa kita lupakan, Indonesia pernah berada di fase tersebut. Indonesia pernah juga membolehkan adanya pilkada serentak tanggal 9 Desember 2020. Hal itu juga yang menyebabkan adanya peningkatan kasus Covid-19 pada bulan Desember 2020 hingga Januari 2021. Pada saat itu penulis juga sempat berjuang bersama tenaga kesehatan lainnya di RS rujukan Covid-19.

Syukurlah pada saat itu coronavirus belum mengalami mutasi menjadi varian Delta. Kalau saja virus tersebut sudah bermutasi sejak Desember 2020, tentunya kasus tersebut akan lebih tinggi dari peningkatan kasus harian di bulan Juni-Juli 2021, di mana sudah terjadi peningkatan kasus yang mencapai 4 kali lipat dari jumlah kasus rata-rata di bulan Januari 2020.

Kita diingatkan kembali dengan siklus 6 bulanan, yakni adanya liburan sekolah dan hal ini juga hampir berbarengan dengan mudik lebaran. Hal ini turut mengambil bagian dalam peningkatan kasus Covid-19 pada awal Juni hingga Juli 2021. Memang ada aturan yang harus dipenuhi warga jika akan bepergian, salah satunya adalah dengan pemberlakuan syarat hasil swab PCR negatif 1 kali 24 jam untuk bepergian ke luar atau ke dalam pulau Jawa-Bali dan aturan lain yang sejenis di pulau-pulau lain di Indonesia. Akan tetapi kita mesti ingat bahwa virus Covid-19 tidak dapat terdeteksi hanya dalam 1 hari saja. Setiap orang bisa saja baru tertular virus tersebut, bahkan satu detik sebelum melakukan perjalanan di pesawat, kereta api, atau apa pun moda transportasi yang digunakan.

Penulis sendiri memiliki pengalaman terkait hasil positif ini. Walaupun sudah dinyatakan negatif melalui swab antigen, penulis mengalami demam  beberapa hari setelahnya. Atas kesadaran itulah penulis melakukan pemeriksaan swab PCR di fasilitas kesehatan terdekat. Sudah bisa ditebak, hasil terkonfirmasi positif Covid-19 atas nama saya tercantum di selembar kertas. Tentu hasil positif Covid-19 inilah yang mesti dijadikan acuan untuk penanganan saya selanjutnya, sesuai pedoman dari Kementerian Kesehatan.

Dari pengalaman unik tersebut dapat dijelaskan bahwa perlu isolasi ketat setelah pemudik sampai di tempat tujuan. Karena hasil swab PCR sama sekali tidak bisa dijadikan patokan seseorang betul-betul sehat. Selama seseorang berada di zona merah Covid-19, selama itu pula mereka rentan tertular Covid-19. Hal inilah yang sering dilupakan oleh kebanyakan pemudik, mereka langsung bertemu dengan sanak saudaranya begitu mereka sampai di tempat tujuan.

Memang penerapan isolasi wilayah pada saat itu tidak sesuai dengan yang semestinya. Masih banyak orang yang bisa dengan bebas keluar masuk wilayah zona merah. Namun bila dilihat lebih lanjut, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kebijakan pengetatan wilayah yang cukup baik.

Setidaknya hasil ini dibuktikan dengan jumlah pasien baru terkonfirmasi Covid-19 yang mulai mengalami penurunan sejak diberlakukannya PPKM level 3-4 di wilayah Jawa-Bali.
Kita sebagai warga negara Indonesia tentunya sangat bersyukur atas penurunan terkonfirmasi positif Covid-19. Namun penurunan kasus ini tidak dapat dijadikan alasan dilonggarkannya protokol kesehatan. Kita tidak boleh lengah menjaga protokol kesehatan dengan tetap mencuci tangan, menjaga jarak, memakai masker, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilisasi.

Akan tetapi, usaha 5M saja tidak cukup jika kita tidak membantu program vaksinasi Covid-19 yang diselenggarakan oleh negara. Vaksinasi ini dapat membantu peningkatan kekebalan komunitas (herd immunity) supaya negara ini tidak lagi berkutat dalam kubangan pandemi Covid-19. Kalau warga DKI Jakarta saja sudah 100 persen lebih warganya yang divaksin, tentunya warga di provinsi lain juga bisa melakukannya. Mari melanjutkan program vaksinasi Covid-19, kesehatan negara ini dan keberlangsungan pandemi ada di tangan kita bersama. Kita tidak boleh lengah, kita tidak boleh lelah, Indonesia bisa, #IndonesiaBangkit.

Penulis:  Rikardo Ladesman Lumbantobing

Instagram: @dr.tobing

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Flu Singapura Tak Ditemukan di Bantul, Dinkes Tetap Waspadai Gejala yang Muncul

Mata Indonesia, Bantul - Dinkes Kabupaten Bantul menyatakan bahwa hingga akhir April 2024 kemarin, belum terdapat kasus flu Singapura yang teridentifikasi. Namun, Dinkes Bantul tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada. "Kami belum menerima laporan terkait kasus flu Singapura di Bantul. Kami berharap tidak ada," ujar Agus Tri Widiyantara, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul, Sabtu 4 Mei 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini