MINEWS.ID, SOLO – Sebagian besar tempat pemungutan suara Kota Solo rawan konflik. Hal itu diungkapkan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Solo, Budi Wahyono, Jum’at 12 April 2019.
“Kerawanan yang mungkin terjadi yaitu adanya konsentrasi massa atau pendukung peserta tertentu,” kata Budi.
Maka Bawaslu kota itu melakukan simulasi pemungutan dan penghitungan suara dengan teliti.
Misalnya di TPS Sondakan, Kecamatan Laweyan diikuti 208 warga yang memiliki hak memilih baru selesai pukul 00.30 WIB. Itu pun baru sampai pada proses pemungutan dan penghitungan.
Simulasi itu belum masuk pada penyalinan form-form dokumen yang ada, seperti form C1 yang salinannya harus diserahterimakan kepada saksi partai politik, saksi paslon, dan DPD.
Simulasi tersebut dilakukan untuk menghindari perbedaan tafsir antara Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan parpol, pasangan calon, saksi DPD, dan pengawas TPS, salah satunya terkait keabsahan surat suara.
KPPS pada hari – H akan bertugas dari pukul 06.30-00.30 WIB. Oleh karena itu, dibutuhkan stamina yang luar biasa, baik petugas KPPS, saksi, dan pengawas TPS. Pada posisi ini saya kira rawan terjadi banyak kesalahan.
Koordinator Divisi Hukum, Data, dan Informasi Bawaslu Kota Surakarta Agus Sulistyo mengatakan ada empat variabel yang menentukan tingkat kerawanan tersebut. Keempatnya adalah hilangnya hak pilih, kampanye, netralitas, dan pemungutan suara.
Berdasarkan hasil kajian, TPS di kecamatan dengan tingkat kerawanan paling tinggi, antara lain Banjarsari, Jebres, Laweyan, Pasar Kliwon, dan Serengan.
Sedangkan tingkat kelurahan, di antaranya di Kadipiro, Jebres, Mojosongo, Nusukan, dan Semanggi.