Antara Makna Kata Bully, Rundung dan Risak

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Jika ada murid sekolah menerima perlakuan kasar dari teman-temannya seperti dialami Audrey di Pontianak, kita selalu kebingungan menyebutnya. Sebagian besar lebih senang menggunakan kata dari bahasa Inggris, bully.

Belakangan muncul upaya meng-Indonesia-kan kondisi itu dengan menggunakan kata perundungan yang asal katanya rundung.

Tetapi komunitas pecinta bahasa Indonesia, termasuk Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, merasa kata itu belum pas betul untuk menggantikan, bully.

Soalnya, kelas kata bully dan rundung ternyata berbeda. Bully secara umum berarti kelas kata verba transitif atau kata yang artinya memaksa seseorang melakukan sesuatu.

Makna negatif dari kata itu diperkirakan terjadi di Jerman pada abad ke-17 sebab unsur kata ‘bull’ yang berarti banteng.

Banteng adalah binatang yang menjadi simbol kekuatan atau superioritas.

Sementara kata rundung adalah kelas kata adjektiva atau kata sifat yang bermakna ‘susah atau sulit.’

Berkat imbuhan pe dan an membuatnya menjadi kata nomina atau benda yang komplit. Maka kata perundungan sering diartikan pengusikan, penimpaan, dan penyusahan.

Namun, perlu digarisbawahi, kata perundungan sendiri terkesan khusus atau arbitrer.

Hal tersebut membuat para penggiat Bahasa Indonesia pun mencari padanan kata lain yang benar-benar pas untuk menggantikan bully.

Badan Bahasa pun menemukan satu lagi kata yang maknanya dinilai mendekati kata bully yaitu kata risak. Kata merisak artinya menjadi ‘mengusik atau mengganggu.’

Dari sisi kata, risak memiliki arti yang lebih pas. Tetapi kata itu ternyata mengandung makna ‘menyakiti dengan kata-kata.’ Sementara bullyingmengandung makna menyakiti tidak hanya sekadar menggunakan kata-kata.

Apalagi, menurut Badan Bahasa seperti ditunjukkan praktisi Bahasa Indonesia Ivan Lanin, kata merundung memiliki komponen makna ‘terus menerus’ seperti pada kata bully.

Jadi Badan Bahasa lebih cenderung menggunakan kata perundungan sebagai padanan kata bully.

Namun, Ivan Lanin menilai kata perundungan dan perisakanbisa saja untuk mengartikan kata ‘bully.’

“Ada dua padanan “bullying” yang bersaing pemakaiannya: perundungan dan perisakan,” katanya melalui akun twitter pribadinya.

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini