Unik! Penduduk di Desa Ini Wajib Tanam Seratus Pohon Jika Melahirkan Bayi Perempuan

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Memiliki seorang bayi setelah menikah memang menjadi momen paling membahagiakan. Bahkan ada beberapa perayaan yang dilakukan jika seseorang melahirkan seorang bayi.

Seperti tradisi unik yang dilakukan oleh sebuah desa bernama Piplantri di India. Desa ini mewajibkan menanam 111 pohon jika seorang bayi perempuan lahir. Hal itu dilakukan untuk menyambut dan merayakan bayi penduduk desa telah bertambah.

Tradisi unik itu pun membuat Desa Piplantri menghebohkan jagat internasional. Pasalnya, menanam 111 pohon dianggap merupakan hal yang tidak mudah. Namun, penduduk desa tersebut sanggup melakukan hal tersebut untuk menghormati bayi perempuan yang telah lahir.

Mengutip The Guardian, tradisi tersebut pertama kali digagas oleh mantan kepala desa Piplantri, Shyam Sundar Paliwal. Awalnya, putri Paliwal pada saat itu meninggal di usia 16 tahun. Untuk menghormati putrinya, ia pun menanam sebuah pohon.

Pohon tersebut dianggap sebagai simbol duka cita mendalam Paliwal kepada putrinya itu. Sejak saat itulah, tradisi menanam 111 pohon dilakukan untuk menyambut setiap bayi perempuan yang baru lahir.

Selain itu, desa itu juga memiliki tradisi unik lainnya. Pihak keluarga yang melahirkan bayi perempuan diwajibkan memberi dana 500 dolar atau sekitar Rp 7 juta kepada pihak desa.

Hal itu dilakukan sebagai dana untuk masa depan sang bayi perempuan tersebut. Tak hanya itu, uang tersebut dianggap sebagai simbol bahwa bayi itu bukanlah sebuah beban bagi keluarga.

Akibat tradisi itu, wilayah Desa Piplantri memiliki hutan luas karena setiap tahunnya 60 bayi perempuan pasti lahir di desa tersebut. Itu artinya, desa tersebut telah menanam hampir 7000 pohon untuk merayakan kelahiran bayi perempuan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

PKL Teras Malioboro 2: Suara Ketidakadilan di Tengah Penataan Kawasan

Mata Indonesia, Yogyakarta – Sejak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Malioboro ke Teras Malioboro 2, berbagai persoalan serius mencuat ke permukaan. Kebijakan relokasi yang bertujuan memperindah Malioboro sebagai warisan budaya UNESCO justru meninggalkan jejak keresahan di kalangan pedagang. Lokasi baru yang dinilai kurang layak, fasilitas yang bermasalah, dan pendapatan yang merosot tajam menjadi potret suram perjuangan PKL di tengah upaya mempertahankan hidup.
- Advertisement -

Baca berita yang ini