MATA INDONESIA, Berbeda dengan Idul Fitri dan Ramadhan sebelumnya, tahun ini pandemi Covid-19 mendera umat manusia, termasuk Indonesia.
Banyak orang memilih mengurung diri di rumah. Masjid-masjid hanya menggemakan azan, tidak ada Sholat Jumat, taraweh, dan sholat Ied.
Inilah masa tidak pernah terjadi sebelumnya. Virus corona telah mengusir banyak orang dari tempat ibadah, dari tempat mencari nafkah, dari rutinitas, dari kegembiraan ke kesunyian.
Tahun lalu, selesai sholat Ied, bersalaman dengan jamaah masjid dan tetangga. Saling memaafkan, bertegur sapa, saling berkunjung, berbagi cerita, dan kegembiraan.
Kini, sholat Ied di rumah, berjamaah bersama anak-anak, menjadi imam dengan perasaan gugup.
Tidak ada tamu Idul Fitri ini, tidak ada salaman. Ini sungguh asing. Manusia tercampak di rumah sendiri, dari komunitasnya.
Kecemasan telah mencabut manusia dari akar tradisinya, takut pada corona, musuh yang tidak terlihat — musuh yang siap menembak dalam kegelapan, dari segala penjuru, saat sadar atau ketika tidur.
Beberapa teman telah pergi, yang lainnya mencoba bertahan tanpa waktu, persiapan, dan garis pertahanan yang jelas.
Ini tidak biasa, seperti sebutir debu, melayang-layang ditiup badai yang keras. Berhamburan dan hilang ke tempat yang tidak diketahui.
Wahai Allah Maha Pelindung
Andai virus itu kobaran api
dinginkan kami seperti Ibrahim
Andai virus itu Fir’aun
Jadikan kami gelombang lautan
Sungguh manusia tidak berdaya, tidak berarti apa-apa, seperti sebutir debu.
Hanya Allah Yang Maha Besar.
Allahu akbar.. Allahu akbar..
Allahu akbar.. Laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil hamd.
Jakarta, 29 Ramadhan 1441 H
Penulis: Asro Kamal Rokan (Jurnalis Senior)