MINEWS, JAKARTA – Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP) merupakan salah satu draft regulasi yang menjadi usulan Komisi III DPR RI. Rencananya RUU ini akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) 2020.
Namun, di balik semua itu tersimpan sejumlah polemik yang dalam isi draft RUU itu. Bahkan isi RKUHP ini dinilai sudah jauh berbeda dengan KUHP yang disalin dari KUHP Belanda di tahun 1983.
Sebagai salah satu tim penyusun KUHP saat itu, Guru Besar dalam Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Prof. Andi Hamzah ikut berpendapat. Ditemui di kediamannya, ia lantas mengisahkan kembali upaya dan perjuangan dia bersama beberapa rekannya dalam menyusun draft RKUHP.
“KUHP yang sekarang itu Salinan dari KUHP Belanda. 99 persen sama. Belanda buat KUHP tahun 1886, lalu di bawa ke Hindia Belanda (Indonesia) di tahun 1915. Jadi usia KUHP Belanda saat ini sudah 133 tahun. Tapi karena mengalami perubahan terus-menerus, itu yang menjadi KUHP yang sekarang,†ujarnya di Lebak Bulus, Sabtu, 23 November 2019.
Bermula dari ajakan Prof. Sudarto yang menjadi ketua tim penyusun KUHP. Andi pun ditunjuk menjadi salah satu anggota tim tersebut.
“Waktu itu, tahun 1982 saya jadi doktor, kebetulan Sudarto jadi promotornya, dia tahu kualitas saya. Makanya dia suruh masukan nama saya sebagai anggota. Di tahun 1983, kami mulai menyusun rancangan KUHP,†katanya.
Namun, sayangnya, tak lama kemudian, Sudarto pun meninggal. Ruslan Saleh, Ketua Muhammadiyah kala itu, ditunjuk menjadi ketua. Tapi Ruslan menolak karena memiliki hubungan yang kurang baik dengan menteri Kehakiman Ismail Saleh.
“Dia minta jadi anggota saja. Maka yang jadi ketua adalah Prof Mardjono Reksodiputro dari Universitas Indonesia,†ujar Andi.
Setelah digodok kurang lebih 9 tahun lamanya, akhirnya draft tersebut kelar dan diserahkan kepada Menteri Ismail pada tahun 1992.
“Saya juga ikut serta dalam penyerahan itu. Jadi draft yang kami serahkan itu adalah Salinan dari KUHP Belanda. Jadi kami tidak disuruh membuat revisi. (Yang aneh) malah di KUHP yang sekarang diutak-atik,†kata dia.
Namun ia menyayangkan karena draft tersebut tak sampai ke tangan DPR karena Menteri Ismail buru-buru diganti oleh Oetodjo Oesman. Kata Andi, Oesman seolah-olah tak menghargai keringat mereka.
“Dia tidak perhatikan draft yang sudah dibuat. Dia malah panggil lagi pakar hukum untuk mengutak-atik RKUHP ini. Yang dipanggil ini muridnya Mardjono. Bagaimana murid disuruh ubah kerjaan gurunya? Jadi sebenarnya tidak ada perubahan karena sealiran dengan Mardjono,†ujarnya.
Setelah Oesman turun, maka masuklah Muladi sebagai Menteri Kehakiman yang baru. Ini menjadi awal ’kehancuran’ bagi KUHP. Lagi-lagi, Muladi tak mengindahkan jerih payah Andi dkk, ia malah mencari pakar hukum baru untuk merevisi draft KUHP. Maka dia, meminta Prof Barda dari Universitas Diponegoro (Undip) untuk melakukan revisi.
“Dia itu murid Sudarto. Dia lalu utak-atik isi draftnya dan banyak sekali perubahan yang hancur-hancuran sampai sekarang ini. Ini kan Undip, alirannya lain. Mereka lebih progresif. Beda dengan UI, yang lebih tekankan pentingnya legalitas,†katanya.