MATA INDONESIA, PARIS – Kisah Alexandre Dumas bisa menjadi contoh naik turunnya kehidupan. Lahir dan tumbuh dalam kemiskinan, berjaya sebagai sastrawan, dan meninggal dalam kebangkrutan.
Alexandre Dumas adalah sastrawan yang paling terkenal sepanjang sejarah sastra di Prancis. Ia adalah penulis naskah drama, roman populer, dan novel sejarah. Karyanya yang terkenal adalah The Three Musketeers dan The Count of Monte Cristo. Ia juga menulis lebih dari 200 karya. Aktivis politik yang suka jalan-jalan ini adalah ahli mencicipi makanan. Tak hanya itu, Dumas terkenal karena playboy. Ia kerap bergonta ganti pasangan dan kabarnya punya banyak anak.
Lahir dari keluarga miskin di Villers-Cotterets, sebuah desa di Aisne, timur laut Paris, Prancis pada 18 Juli 1802. Dalam tubuhnya mengalir darah campuran: bangsawan sekaligus budak; kulit putih sekaligus hitam.
Kakek dari garis ayah, Marquis Alexandre-Antoine Davy de la Pailleterie, adalah seorang bangsawan. Komisaris jenderal di kesatuan artileri di negeri jajahan Prancis, Saint-Domingue (sekarang Haiti). Sementara neneknya, Marie-Cesette Dumas, bekas budak berdarah Afrika-Karibia.
Pasangan ini mempunyai anak laki-laki, Thomas-Alexandre Dumas yang menikah dengan Marie-Louise Elisabeth Labouret, anak seorang pengurus restoran. Dari pasangan suami-istri inilah Alexandre Dumas lahir.
Ayahnya Thomas-Alexandre Dumas adalah seorang jenderal dalam tentara Napoleon. Ketika Alexandre Dumas baru berusia tiga setengah tahun pada 1806, sang ayah meninggal. Sejak saat itu, Dumas hidup serba kekurangan karena ayahnya tidak meninggalkannya kekayaan.
Ibunya yang janda harus berjuang untuk memberinya pendidikan yang pantas. Sayang, karena kemiskinan Marie-Louise tak bisa menyekolahkan Dumas sampai perguruan tinggi. Beruntung Alexandre adalah penggemar dan pembaca buku. Ia gemar membaca apa saja.
Meski tak ada ayah yang membesarkannya, ibunya yang memuja ayahnya sering menceritakan sosoknya kepada Dumas. Cerita sang ibu bukan hanya mengenalkan Dumas pada sosok ayah, ia juga mengenal ayahnya sebagai sosok tentara dan pahlawan. Dan ini yang menjadi inspirasi Dumas saat menulis karya-karyanya.
Pada 1823, saat ia berusia dua puluh tahun, ia pergi ke Paris untuk mencari kerja. Alexandre Dumas adalah orang yang cerdas. Sehingga ia pun cepat mendapatkan pekerjaan. Ia mendapat pekerjaan sebagai sekretaris di kantor bangsawan d’Orleans di Palais Royal dengan gaji yang cukup lumayan pada saat itu.
Sambil bekerja, ia mulai menulis artikel untuk majalah serta menulis naskah drama. Dumas tertarik pada karya-karya Shakespeare dan Sir Walter Scott.
Di tahun 1829, Dumas berhasil mementaskan naskah dramanya Henry III and his Court. Drama ini sukses dan mendapat sambutan besar penonton. Setahun kemudian ia menulis naskah kedua berjudul Christine, yang juga sukses besar. Sejak itu Alexandre Dumas terkenal sebagai dramawan. Ia memilih keluar dari pekerjaannya dan total menjadi penulis.
Sebagai sastrawan terkenal, Dumas banyak bergaul dengan aktivis politik. Saat Revolusi Prancis II pada 1830, Dumas aktif dan berhasil menumbangkan Raja Charles. Pergaulannya semakin luas ketika mantan majikannya d’Orleans menjadi penguasa Prancis.
Saat itu kondisi Prancis tidak menentu termasuk di Paris. Aksi pemberontakan kaum buruh termasuk aktivis politik yang tak mendapatkan bagian kekuasaan menjadi kegiatan sehari-hari. Namun perlahan-lahan kondisi berubah. Rakyat Prancis sudah lelah dan capai dengan revolusi. Pengaruh revolusi industri mulai terasa di Prancis. Semua sibuk berbenah dan perlahan-lahan kehidupan di Prancis pun meningkat. Kelas menengah baru muncul dari kalangan rakyat biasa.
Tak ada yang menarik lagi bagi Dumas untuk aktif di politik. Ia pun sibuk menulis. Kali ini ia menulis novel. Ia tak melewatkan peluang ketika ada permintaan yang tinggi dari surat kabar terhadap cerita bersambung. Pencabutan sensor pers telah meningkatkan pertumbuhan surat kabar secara cepat. Para editor mulai memberikan hiburan kepada pembaca berupa cerita bersambung. Setiap orang membacanya, dari kaum bangsawan, borjuis, muda dan tua, laki-laki dan perempuan.
Pada 1838, Dumas menulis ulang naskah drama untuk cerita bersambung di surat kabar berjudul Le Capitaine Paul. Cerita ini khusus untuk pembaca perempuan. Dampaknya surat kabar ini laku dan menambah lima ribu pelanggan khususnya dari kalangan perempuan.
Selain selama 1839 sampai 1841, dengan bantuan kawan-kawannya, Dumas menyusun Celebrated Crimes, sebuah kumpulan esai tentang dunia kriminal terkenal dalam sejarah Eropa. Termasuk esai tentang kasus eksekusi tersangka pembunuh Karl Ludwig Sand dan Antoine Francois Desrues.
Namun, proses kreatif Dumas berkat tim pendukungnya. Bahkan secara intensif ia menggunakan bantuan sejumlah asisten. Ia menulis sekitar 250 buku dengan 73 asisten dan kolaborator.
Salah satu yang terkenal adalah Auguste Maquet. Seorang guru sejarah. Dalam penulisan The Count of Monte Cristo, Maquetlah yang membuat garis besar alurnya. Maquet pula yang memberikan sumbangan substansial untuk The Three Musketeers dan sekuelnya serta beberapa novel Alexandre Dumas yang lain. Ketika bekerja bersama, Maquet mengusulkan alur dan menulis draf, dan Dumas hanya menambahkan detail dan dialog.
Dumas juga berkolaborasi dengan jago anggar Augustin Grisier pada 1840 saat menulis novel The Fencing Master. Kisah ini berdasarkan cerita Grisier tatkala dia menyaksikan revolusi Desember yang gagal di Rusia pada 1825. Pemerintah Rusia melarang novel ini terbit di negaranya dan mencekal Dumas.
Wanita
Yang paling menonjol dalam kehidupan Dumas adalah gonta ganti pasangan. Dumas sangat rakus dengan perempuan. Ia sempat menikah dengan seorang aktris, Ida Ferrier, pada 1 Februari 1840. Tapi, tetap saja ia bertualang dengan banyak perempuan.
Dumas bahkan sempat punya hubungan dengan aktris yang jauh lebih muda dari dirinya. Namanya Adah Isaacs Menken, aktris dari Amerika. Mereka bertemu saat Adah sedang di puncak karirnya.
Bukan cuma itu, Dumas juga punya banyak anak di luar pernikahan. Bahkan kabarnya Dumas punya 4-7 anak yang tidak sah.
Namun anak yang ia akui cuma seorang anak laki-laki yang lahir dari perempuan bernama Marie-Laure-Catherine Labay, seorang penjahit.
Anak ini mengikuti jejak Dumas menjadi novelis dan dramawan yang sukses. Untuk membedakan ayah dan anak itu, sang ayah dikenal sebagai Alexandre Dumas senior (pere) dan si anak Alexandre Dumas yunior (fils).
Saat jadi penulis produktif, Dumas banyak menghasilkan uang. Sayangnya gaya hidupnya boros. Ia banyak menghabiskan uang untuk membeli dan mentraktir perempuan. Ia tinggal di hotel berbintang dan makan di restoran mewah. Ia juga sering berpergian keliling Eropa. Tak heran ia pun terlilit hutang.
Ketika Raja Louis-Philippe lengser dalam sebuah revolusi, Dumas termasuk orang yang menjadi incaran pemerintahan baru termasuk pemberi utang. Pada 1851 Dumas minggat ke Brussel, Belgia, dan lari dari para pemberi utang. Dari sana ia melakukan perjalanan ke Rusia. Ia sempat tinggal di Rusia selama dua tahun sambil tetap bertualang dengan puluhan perempuan Rusia.
Pada Maret 1861, kerajaan Italia berdiri dengan Victor Emmanuel II sebagai rajanya. Raja ini mengundang Alexandre Dumas terlibat untuk tinggal di Roma. Dumas kemudian mendirikan dan memimpin sebuah surat kabar bernama Indipendente. Namun setelah tiga tahun tinggal di Italia, Dumas kembali ke Paris.
Lelah dengan gaya hidupnya, Dumas tinggal sendirian di Paris. Ia sudah bangkrut dan nyaris tak punya uang. Gaya hidup Dumas yang suka foya-foya perlahan-lahan ia tinggalkan. Sakit berkepanjangan membuat Dumas hidup nyaris miskin. Beruntung anaknya Alexandre Dumas Junior mau menampung Dumas tinggal di rumahnya. Pada 5 Desember 1870, sastrawan besar Prancis ini meninggal dalam usia 68 tahun karena serangan jantung.
Alexandre Dumas dan karyanya hingga sekarang masih menjadi bahan pembicaraan. Banyak novelnya yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa lain hingga bisa lebih dikenal.
Karyanya masih dipuji dan disebut, beberapa bahkan dibuatkan film. Dia termasuk penulis yang legendaris. Di tahun 2020, Google bahkan membuat doodle untuk Alexandre Dumas.
Penulis: Deandra Alika Hefandia