Jejak Maulid Nabi: Ini Alasan Utama Mengapa Abrahah Ingin Menghancurkan Ka’bah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Sebelum Nabi Muhammad SAW lahir tahun 570 masehi, terdapat negeri Yaman berada di sebelah selatan kota Mekkah. Wilayah ini sebenarnya berada dalam kekuasaan Abessinia (sekarang Ethiopia).

Pimpinannya seorang panglima bernama Abrahah. Ia seorang penganut kristen yang taat. Sehingga ia merasa jengah, kenapa saat itu Mekkah yang ada Ka’bah nya senantiasa mendapat kunjungan dari para pelancong segala penjuru jazirah Arabia. Baik untuk beribadah maupun hanya sekedar berziarah.

Perasaan jengah ini kemudian berujung kepada iri dan dengki. Abrahah ingin wilayahnya juga mendapat kunjungan dari para peziarah dan pelancong. Apalagi bisa menghasilkan keuntungan bagi wilayahnya. Akhirnya Abrahah pun membangun gereja megah di Sana’a yang diberi nama al-Qalis. Abrahah berharap, gereja ini menjadi tempat ibadah terbesar di seluruh Arab, menyaingi Mekkah.

Namun ternyata, tetap saja, meski ia membangun gereja dengan megah dan mewah, namun pelancong tetap memilih berziarah ke Kabah dan bukan ke gerejanya.

Muhammad Husain Haekal dalam Sejarah Hidup Muhammad (1980) menyebutkan, Abrahah yang sudah menghiasi gerejanya sedemikian rupa, berhadapan dengan kenyataan: orang-orang Arab hanya berniat ziarah ke Mekkah. Mereka menganggap ziarah tidak akan sah jika tidak ke Ka’bah. Kebencian kepada Ka’bah semakin memuncak, ketika salah seorang dari suku Kinanah, yang punya hubungan nasab dengan Quraisy, membuang kotoran manusia di gerejanya.

Abrahah pun kemudian mengambil keputusan menyerang Mekkah. Ia tampil memimpin pasukannya dengan sebagian besar mengendarai gajah berbaris. Niat Abrahah sudah jelas, ia ingin menyerbu Kota Makkah sekaligus menghancurkan Ka’bah.

Abdul Muthalib

Di Mekkah, kabar akan ada penyerangan membuat masyarakat panik. Apalagi, dari kejauhan lautan debu terlihat mendekati Mekkah.  Tak lama kemudian, datang gerombolan Abrahah di dekat Kota Mekkah, tepatnya di Kawasan Mughammas. Mereka berhenti sejenak, sementara Abrahah mengutus seorang utusan untuk menemui penguasa Mekkah, Saat itu, adalah Abdul Muthalib, kakek dari Nabi Muhammad SAW.

Utusan itu mengatakan kepada Abdul Muthalib bahwa mereka akan menghancurkan Ka’bah. Mengetahui hal itu, Abdul Muthalib dan masyarakat Mekkah tidak bisa berbuat banyak karena pasukan Abrahah sangat kuat.

Dengan perasaan sedih bercampur takut, satu persatu penduduk Makkah meninggalkan tanah kelahirannya menuju bukit-bukit yang mengelilingi kota tua itu untuk bersembunyi. Abdul Muthalib sebelum pergi, sempat  menyempatkan untuk ‘pamit’ terlebih dahulu ke Baitullah.

Di sana Abdul Muthalib berdoa seraya menyerahkan pemeliharaan Baitullah sepenuhnya kepada pemiliknya sendiri yaitu Allah SWT.

Doanya itu diuntainya dalam sebuah syair dengan sangat memelas, “Wahai

Tuhanku, Tidak ada yang kuharapkan selain dari-Mu. Wahai Tuhanku, Selamatkan rumah-Mu dari serangan mereka. Sesungguhnya mereka yang akan merusak bait-Mu, Adalah musuh-Mu.”

Doa Abdul Muthalib yang tulus dan amat bersungguh-sungguh itu kiranya dikabulkan oleh Allah swt. Sebelum tentara Abrahah menjamah Ka’bah, mereka telah disambut oleh gerombolan burung Ababil yang melemparkan bebatuan sampai mereka binasa bagaikan dedaunan yang dimakan ulat.

Peristiwa ini diabadikan oleh Al-Qur’an Surat Al-Fil ayat 1-5. Di tengah peristiwa penyerangan tersebut, lahir seorang anak laki-laki dari pasangan Abdullah bin Abdul Muthalib dan Aminah binti Wahab. Setelah lahir di tahun gajah itu, Abdul Muthalib yang mendengar kabar ini demikian gembira, mengangkatnya, dan membawanya ke Ka’bah. Ia memberi nama Muhammad.

Penulis: Berbagai Sumber/Adinda Catelina Fadjrin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Diharapkan Jadi Pendorong Inovasi dalam Pemerintahan

Jakarta - Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024, diharapkan dapat mendorong inovasi serta memperkuat sinkronisasi...
- Advertisement -

Baca berita yang ini