BANDUNG — Ikatan Mahasiswa Maluku dan Papua (IMMAPA) Telkom University sukses menyelenggarakan Cendrawaku 2024, sebuah festival budaya yang memukau dengan keindahan dan keberagaman khas Maluku serta Papua. Acara ini berlangsung pada 19 November 2024 di Aula Fakultas Komunikasi dan Bisnis Telkom University, mengusung tema besar “Sandikala Timur”, yang menggambarkan kehangatan budaya Timur di senja hari.
Pesona Seni dan Kuliner Timur yang Memikat
Cendrawaku 2024 menghadirkan beragam pertunjukan seni tradisional, seperti Tari Soya Soya dari Maluku Utara, Tari Mambo Simbo dari Papua, Tari Toki Gaba Gaba dari Maluku, dan Tari Ledi Tuak dari NTT. Selain itu, penampilan Band Sunset City, Band Triton, serta Band UKM mahasiswa asal Timur turut memperkaya suasana dengan nuansa etnik yang menggema di hati penonton.
Di sisi lain, stan kuliner menyajikan aneka hidangan khas Indonesia Timur, seperti Ayam Woku, Ikan Kuah Kuning, Papeda, Tumis Kangkung Bunga Pepaya, dan makanan khas lainnya yang jarang ditemukan di luar daerah asalnya.
Meningkatkan Kesadaran Akan Keberagaman Budaya
Nurul Afni, koordinator acara yang akrab disapa Ka Nurul, menjelaskan bahwa tujuan utama festival ini adalah memperkenalkan kekayaan budaya Timur sekaligus menanamkan rasa bangga akan keberagaman Indonesia.
“Di Timur banyak tarian unik, filosofi budaya yang dalam, dan tentunya makanan khas seperti papeda dan ikan kuah kuning. Kami ingin mengenalkan ini semua, khususnya di lingkungan Telkom University dan sekitarnya,” jelasnya.
Ka Nurul juga menambahkan bahwa acara ini menjadi momen penting untuk mempererat persaudaraan antar suku dan memperkuat nilai kebhinekaan.
“Cendrawaku adalah bukti nyata bahwa keberagaman budaya Indonesia adalah kekuatan yang menyatukan,” tambahnya.
Pandangan Tentang Program Transmigrasi
Selain mengangkat budaya Maluku dan Papua, diskusi menarik muncul terkait program transmigrasi yang digagas pemerintah. Ka Nurul memberikan pandangannya terkait isu ini.
“Adapun program pemerintah terkait transmigrasi, dari aku sendiri ya, sebenarnya aku nggak tahu juga mau bilang setuju atau enggak. Soalnya, kehidupan di sini berbeda dengan di sana. Jadi, mungkin ada yang mengalami culture shock,” ungkapnya.
Menurutnya, program ini memiliki sisi positif jika dikelola dengan baik, namun keberhasilannya bergantung pada kesiapan individu dan dukungan infrastruktur.
“Kembali ke pribadi masing-masing sih. Kalau dibilang bagus, pasti bagus, tapi pelaksanaannya harus memperhatikan banyak aspek, seperti kesiapan budaya dan akses pembangunan yang memadai,” tambahnya.
Ka Nurul juga menyoroti pentingnya perhatian terhadap adaptasi budaya agar program seperti ini dapat benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan kearifan lokal. Program transmigrasi, menurutnya, seharusnya tidak hanya memindahkan orang, tetapi juga membawa kemajuan yang inklusif, terutama untuk wilayah Timur Indonesia.