Sebelum Jadi Musisi, Yanni adalah Perenang Nasional Yunani

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA –  Tak semua orang mengenal Yanni, musisi dan komposer berkebangsaan Yunani.  Padahal salah satu lagunya Santorini dan Aira menjadi theme song di berbagai perlombaan dan pertandingan olahraga, termasuk lagu wajib olimpiade.

Tak hanya itu, dulu pada awal pembukaan acara Mario Teguh, sering terdengar lagu Santorini yang musiknya penuh semangat. Dan juga ketika ada bencana di sejumlah tayangan tv swasta, pasti menggunakan lagu instrumen berjudul One mans dream. 

Musik Yanni adalah sihir yang membius pendengarnya. Ia jenius sebagai musisi. Padahal dia tidak pernah belajar secara formal tentang musik. Yang menarik, dulu sebenarnya ia merupakan seorang perenang nasional dari Yunani yang telah mendapat medali emas.

Keterkenalan Yanni karena musiknya khas. Megah dan penuh warna. Mirip dengan lagi-lagu pahlawan Yunani di masa lalu. Yanni menyihir musiknya menjadi sebuah perpaduan kemegahan dan keindahan. Karakrer musiknya terbentuk karena ia lahir dalam keluarga kelas menengah. Hal itulah yang mendorongnya untuk bermain musik sejak ia masih kanak-kanak. Ia tumbuh sebagai anak yang mencintai musik. Ia tidak pernah menyangka bahwa hal itu  mampu mengantarkannya pada karier musiknya.

Komposer bernama asli Giannis Chrysomallis pada 14 November 2021 lalu genap berusia 67 tahun. Yanni tumbuh sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Keluarganya banyak menghabiskan waktu mereka bermain dan bernyanyi bersama.

Orangtua Yanni memberikan kehidupan Yunani khas untuk anak mereka. Ia terbiasa  memancing, berenang, dan pergi ke sekolah, dengan satu pengecualian. Yanni lahir untuk menulis musik. Ia mulai memainkan piano pada usia enam tahun secara alami. Ia menolak les piano formal. Yanni hanya mendengar musik di kepalanya dan kemudian langsung memainkannya di piano. Dia merasakan kebebasan tertentu dengan tombol piano.

Tak hanya bermain musik. Yanni juga olahragawan. Pada tahun 1969, pada usia 14, ia memecahkan rekor renang Nasional Yunani untuk 50 meter gaya bebas. Meskipun sangat berbakat dalam bidang ini, ia memilih untuk menempuh jalan yang berbeda, musik.

Pada tahun 1972, dengan dorongan dari orang tuanya, Yanni meninggalkan Yunani. Ia menuntut ilmu di University of Minnesota. Di saat sengang kuliah, ia bermain di band-band rock lokal. Ia mulai mengembangkan gaya pribadi musiknya menggunakan kedua piano dan keyboard elektronik untuk menciptakan suara baru.

Lulus dari University of Minnesota pada tahun 1976 dengan gelar Bachelor of Arts di bidang Psikologi, Yanni justru memilih musik. Ia bergabung dengan Band The Charmeleon Days, sebuah band lokal yang cukup populer di Minneapolis dan St Paul.

Bosan dengan bandnya, Yanni mencoba bermain musik sendiri. Ia mencoba menggunakan keyboard elektronik dan membuat komposisi sendiri. “Optimystique,” album solo pertamanya, secara independen rilis pada tahun 1980.

Album ini memancing gairah Yanni. Ia mulai menjelajahi dunia musik elektronik, suara baru, instrumen, dan komposisi. Banyak orang mulai melirik Yanni karena kekuatan musiknya. Ia pun memilih pindah ke Hollywood. Membantu menulis lagu untuk empat film dan kemudian merilis 3 album. Karena sudah mulai terkenal, ia pun kembali merilis ulang pertamanya “Optimystique.”

Pada tahun 1990, Yanni mengandeng Dallas Symphony Orchestra tampil dalam sebuah konser, menambahkan dimensi baru ke gaya yang unik dan awal dari hal-hal yang akan datang.

Yanni selalu bereksperimen dan menyusun musik. Ia mendapat penggemar yang baru setiap tahun. Album “In Celebration of Life,” rilis pada tahun 1991, “Dare to Dream” pada tahun 1992, dan “In My Time” pada tahun 1993. Dan, seolah-olah itu tidak cukup untuk membuatnya sibuk, Yanni melanjutkan Tur nya selama 3 tahun. Dia menerima nominasi Grammy untuk “Dare to Dream” dan “In My Time ” Yang telah terjual lebih dari satu juta copy. Setiap tahun ia membawa tur dengan musisi-musisi pendukung dia. Jumlah penggemarnya bertambah. Yanni pun kemudian membentuk orkestra simfoni untuk mendukung musiknya.

Ia melakukan tur internasional untuk pertama kalinya. Tampil di beberapa tempat terkenal di dunia seperti Kuil Toji di Kyoto, Jepang, Royal Albert Hall di London, dan di Acropolis di Tanah Airnya, Yunani.

Tak hanya itu.Yanni melakukan terobosan dengan tampil di dua tempat yang selama ini sakral, Taj Mahal India dan Kota Terlarang Cina. Konsernya di dua tempat ini sukses. Rekeman konsernya muncul dalam bentuk video dengan nama The Tribute. Lagi-lagi videonya laku keras. Khusus untuk rekaman di Taj Mahal, Yanni menyumbangkan hasil penjualan videonya untuk melestarikan situs terkenal di India ini.

Kesuksesan itu justru malah membuat Yanni depresi. Bercerai dengan aktris Linda Evans, ia memilih kembali ke orang tuanya. Ia tinggal selama dua tahun.  Tahun 2000, setelah berjuang dari depresi yang di alamimya, ia kembali merilis albumnya yang berjudul “If I Could Tell You”.

Tiga tahun kemudian, Yanni kembali merilis album ke-13 nya yang berjudul “Ethnicity” dan membuat tur untuk album tersebut di tahun 2004. Ia merekam album livenya yang berjudul “Yanni Live! The Concert Event” di Mandalay Bay Resort & Casino, Las Vegas, yang dirilis tahun 2006 dalam format CF dan DVD. Setelahnya, album tersebut kembali dalam format Blu-Ray.

Di tahun 2009, bandnya menampilkan vokalis baru dalam album berjudul “Yanni Voices”, yang merupakan hasil dari kontribusi beberapa penyanyi, seperti Nathan Pacheco, Ender Thomas, Leslie Mills, dan Chloe.

Ia juga merekam ulang lagu lamanya dengan komposisi baru. Untuk konser livenya, album “Yanni Voices” rekaman langsung dari Forum at Mundo Imperial di Acapulco, Meksiko. Kemudian di tahun 2016, konser tur Yanni di Cina dengan tema “One Man’s Dream World Tour 2015”.

 

Reporter: Intan Nadhira Safitri

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini