Banyak Perayaan Agama, Rumah Sakit India Bersiap Hadapi Gelombang Ketiga Covid-19

Baca Juga

MATA INDONESIA, NEW DELHI – Banyak perayaan keagamaan pada September-November ini membuat India bersiaga menghadapi gelombang ketiga Covid-19 agar pemandangan mengerikan April-Mei 2021 saat mayat-mayat bergelimpangan di Sungai Gangga tidak terjadi lagi.

Ranjang perawatan terus ditambah dan pasokan oksigen medis dipastikan aman untuk menghadapi peningkatan tersebut.

Rumah Sakit Gangga Ram misalnya meningkatkan kapasitas penyimpanan oksigennya hingga 50 persen, membuat jaringan pipa gas sepanjang 1 kilometer langsung ke ruang-ruang IGD Covid-19 dan memasang alat untuk menjaga aliran oksigen tetap tinggi.

India juga telah memesan mesin pembangkit oksigen buatan Eropa agar tibanya alat itu bisa bertepatan dengan kemungkinan datangnya gelombang ketiga.

“Meningat kemungkinan munculnya mutasi virus corona, dengan tingkat penularan dan kekebalan yang tinggi, rumah sakit terus menghadapi kemungkinan terburuk,” kata Direktur Medis Gangga Ram, Satendra Katoch seperti dilansir Reuters, Selasa 7 September 2021.

Selama gelombang kedua kemarin, Gangga Ram sudah menambah kapasitas tempat tidur hingga 50 persen menjadi 600 tempat tidur, tetapi setiap hari 500 pasien antre harus dirawat.

Secara nasional India telah mengimpor lebih dari 100 penampung oksigen, sehingga jumlahnya mencapai 1.250 unit.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini