MATA INDONESIA, – Satu tahun lebih saya menggeluti dunia literasi. Tepatnya sejak Juli 2020. Terbilang masih baru memang. Mulanya, terjun ke dunia ini sebagai pelarian saja di tengah rutinitas sebagai ibu rumah tangga yang cukup melelahkan. Ditambah lagi situasi pandemi, tentu membuat aktivitas di luar rumah menjadi terbatas.
Menulis adalah minat saya sejak dari dulu meski sempat vakum seusai menikah dan memiliki anak. Tentu saja, banyak hal yang harus saya pelajari dalam hal ini, jadi tak hanya sekadar menulis saja. Namun, harus diimbangi dengan ilmu seputar literasi dan bagaimana kita memberikan manfaat kepada khalayak melalui tulisan. Salahnya satu cara untuk menambah ilmu menulis dengan bergabung dengan grup literasi yang ada di media sosial (Facebook).
Ada beberapa grup literasi yang saya masuki. Salah satunya berasal dari Bandung. Nah, bulan Maret sampai April lalu, grup ini mengadakan kompetisi menulis. Peserta yang ikut dibagi dalam beberapa kelompok dan tergabung dalam grup Whatapps. Seusai perkenalan di grup, saya merasa senang sekaligus terkejut. Iya, bagaimana enggak, karena teman-teman baru saya ini ternyata beraneka ragam alias berasal dari berbagai provinsi serta latar beragam. Karena baru kenal dan nantinya kami akan bekerja sama selama dua bulan ke depan, tentu saja saya harus mengenal mereka masing-masing meski tidak secara dalam.
Seiring berjalannya lomba, banyak hal yang saya dapat terutama seputar dunia kepenulisan. Beruntung banget kalau bisa dikatakan. Bagaimana enggak, kalau ternyata teman-teman saya ini datang dari berbagai profesi seperti guru, ibu rumah tangga, dokter, pedagang, editor dan penyiar. Hebatnya lagi, masing-masing dari mereka tidak pelit dalam berbagi ilmu. Seperti pak dokter, begitu biasa kami memanggil, dia seringkali menjadi rujukan saat di antara kami ada yang butuh konsultasi dokter karena ada anggota keluarga yang sakit. Dengan senang hati, pak dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kami terutama terkait Covid-19. Gratis, lho. Sementara itu, teman yang berprofesi sebagai guru dengan latar belakang psikologi pun kerap menjadi rujukan manakala ada persoalan keluarga atau menyangkut pribadi. Teman lain yang pintar masak juga tak pelit untuk berbagi resep masakan. Intinya, anggota grup ini paket komplet dengan keahliannya masing-masing dan saling melengkapi satu sama lain.
Meskipun kompetisi menulis telah usai tetapi grup WA ini enggak dibubarin. Bahkan kami masih saling berhubungan. Satu hal yang membuat saya salut dengan teman-teman ini adalah solidaritas mereka untuk membantu teman. Ya, walau kami tidak pernah bertemu secara langsung dan hanya sekali mengadakan pertemuan via zoom, mereka sangat ringan tangan ketika ada teman di grup yang sedang dalam kesulitan. Pernah saat seorang teman di Mojokerto sedang menjalani isoman maka yang lain berinisiatif untuk mengumpulkan donasi untuk membantu teman yang bersangkutan. Begitu juga, ketika Bu RW, sebutan kami untuk ketua grup, membuka usaha pemesanan kue, seorang di antara kami juga ada yang memesan.
Dari grup yang bermula dari lomba menulis tersebut, banyak hal yang saya dapatkan. Keberadaan teman-teman di dunia maya pun membuat saya belajar banyak tentang pantang menyerah dan mensyukuri keadaan. Banyak cerita yang saya dapat mulai dari teman di Makassar yang memiliki masalah kesehatan mental tetapi dianugerahi bakat menulis yang luar biasa. Ada pula, teman di Surabaya di tengah keterbatasan media unutk menulis, mampu menghasilkan beberapa novel. Serta bagaimana sibuknya ketua grup menjalani profesi sebagai penulis, editor, penjual makanan untuk bertahan hidup. Semua itu tentu membuat saya terkesima akan perjuangan mereka masing-masing.
Disamping itu, memiliki teman dari suku dan keyakinan berbeda, mengajarkan kepada saya tentang arti Indonesia itu sendiri. Ya, Indonesia adalah milik bersama yang harus dijaga. Dengan adanya perbedaan-perbedaan latar belakang tiap individu di grup membuat saya belajar untuk bertenggang rasa. Tak hanya itu saja, sikap saling tolong-menolong yang dipraktekkan antar sesama anggota grup meski tidak saling mengenal dekat, mengindikasikan jika jiwa sosial yang dimiliki orang Indonesia tak pernah luntur sekalipun di masa sulit. Inilah wujud asli orang Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia, saya pun menyakini jika semangat kebhinekaan tunggal ika yang dulu sempat memudar masih menyala hingga saat ini. Bangsa Indonesia telah melalui berbagai peristiwa yang tak jarang meretakkan sendi-sendi persatuan warga negaranya. Namun, menghadapi kondisi sekarang dengan adanya covid-19, sekali lagi, semangat persatuan dan kesatuan sangat dibutuhkan. Wadah grup WA yang kecil tersebutlah setidaknya mengajarkan kepada saya untuk mengamalkan kebaikan-kebaikan antar sesama penghuni grup.
Penulis: Dewi Sartika
- Instagram: dewisartika8584
- Faceook: @dewi sartika
Tulisan yang bagus. Keragaman untuk kesatuan. Indonesia bisa!
Sukses Mbak Dewi Sartika ??
Succesvol mit literatuur ???
???
Lha…mana karya novel lainnya, mbk Dewi…ditunggu lho..
Inspiratif banget tulisan ini ?
Semangat Mbak Dewi Sartika. Baru 1 tahun udah jago, lho. ❤
Nice … semangat terus
Tulisan inspiratif, semangat mbak?
Keceee Mbak Dewi, inspiring ?
Semangat mba Dewi,,, di tunggu
Semoga sukses, di tunggu novel yg lain ?
Berkah pandemi mbak dewi. Bagi orang orang yang beriman selalu bersabar dan mensyukuri setiap keadaan. Bahkan di saat pandemi banyak webinar bertebaran di group. Pandai pandainya kita memanfaatkan waktu yang ada.
Kereeeen, Mba Dewi..
❤️❤️
Keren Adik satu ini.
Semangat terus yaaa… ???