MATA INDONESIA, JAKARTA – Pemerintah berencana membuka sekolah tatap muka seiring vaksinasi Covid19 dilaksanakan terutama kepada para tenaga pendidik. Apakah risiko penularan Covid19 di sekolah sudah bisa diminimalisir?
Kandidat Ph.D pada Medicine Science di Kobe University, dr. Adam Prabata mencoba mengungkapkan risiko membuka sekolah tatap muka.
“Daripada berdebat, yuk kita coba lihat risikonya seperti apa dan kita bahas bagaimana rencana penanggulangan yang bisa kita lakukan,” ujar Adam dalam pesannya yang diterima Mata Indonesia News, Sabtu 13 Maret 2021.
Berdasarkan penelitian yang dia ketahui, satu dari tiga anak yang terinfeksi Covid19 berisiko masuk ICU.
Sejak akhir tahun 2020, terdapat peningkatan kasus Covid19 di kelompok usia 2-10 tahun dan 10-16 tahun melebihi kelompok umur lainnya.
Ditemukannya varian mutasi B.1.1.7 menurut Adam akan meningkatkan risiko penularan pada anak-anak.
Jika tidak disertai kemampuan testing dan pelacakan kontak dekat yang masif, pembukaan sekolah tatap muka meningkatkan risiko penularan.
Seandainya sekolah tatap muka tetap dibuka, maka beberapa hal tambahan perlu disediakan yaitu gunakan pembersih udara yang dilengkapi HEPA atau filter bakteri atau virus kurang dari 0,3 nanometer.
Bukalah pintu dan jendela selalu. Jika memungkinkan adakan belajar di luar ruangan. Selain itu, siapkan tempat cuci tangan lebih banyak, juga hand sanitizer.
Saat belajar tatap muka bagilah siswa dalam beberapa kelompok kecil dan pergerakan mereka dibatasi. Jika ada yang terinfeksi Covid19, tinggal karantina seluruh anggota kelompok itu.
Selain itu, mereka harus disiplin dengan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan tetap sediakan opsi belajar jarak jauh.
Selanjutnya lakukan kerja sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan screening Covid19 bila memungkinkan.
Hal yang tak kalah penting adalah peran orang tua dalam menyiapkan anak-anaknya menerapkan protokol kesehatan.