MATA INDONESIA, JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam bakal mempidanakan siapa saja yang mencoba menghalangi penyidikan dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kami mengingatkan pihak-pihak yang dengan sengaja merintangi penyidikan perkara ini, KPK tidak segan untuk menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor,” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Sabtu 6 Maret 2021.
Dalam pasal 21 UU Tidak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan, “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.”
Selain itu, KPK juga mengultimatum para saksi untuk koperatif memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik.
Tak hanya itu, KPK juga mengimbau siapa pun yang mengetahui aset milik Edhy Prabowo dan tersangka lainnya untuk menyampaikannya kepada KPK. Apalagi jika aset tersebut dibeli dengan menggunakan uang yang dikumpulkan dari para eksportir yang mendapat izin ekspor benur.
Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP).
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan mendapat restu dari Edhy.
Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa melakukan ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya Iis Rosyita Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020. Sekitar Rp 750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.
Edhy diduga menerima uang Rp 3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, dia juga diduga pernah menerima USD 100 ribu yang diduga terkait suap. Total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp 9,8 miliar.