Jelang Piala Menpora 2021, Persija Kumpulkan Pemain

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Jelang turnamen pramusim Piala Menpora 2021, Persija segera mengumpulkan para pemainnya. Penggawa Macan Kemayoran berkumpul mulai Minggu 28 Februari 2021.

Sejak pandemi Covid-19 pada Maret 2020, kompetisi Liga 1 dihentikan sementara hingga pada akhirnya diambil keputusan kompetisi musim 2020 disetop.

Angin segar berhembus ketika kepolisian memberikan lampu hijau menggelar turnamen pramusim Piala Menpora 2021 yang nantinya dijadikan barometer kompetisi Liga 1 musim 2021.

Para pengawa Persija mulai berkumpul di Jakarta pada Minggu, 28 Februari 2021. Latihan perdana akan dilaksanakan pada Senin, 1 Maret 2021, di lapangan POR Sawangan.

“Persija menyambut baik gelaran Piala Menpora 2021. Mengingat waktu kick off yang sudah tidak terlalu lama lagi, maka kami memutuskan untuk segera memanggil kembali para pemain dan ofisial tim ke Jakarta, agar segera dapat mempersiapkan diri,” kata Presiden Persija, Mohamad Prapanca, di laman resmi klub.

Dengan digelarnya Piala Menpora ini, maka diharapkan dapat menjadi titik awal kebangkitan segala aktivitas sepak bola di Indonesia. Hal itu hanya dapat terwujud jika seluruh stakeholder sepak bola Indonesia, mau bekerja sama untuk menaati segala aturan yang diberlakukan.

“Kami berharap Piala Menpora ini dapat berjalan dengan lancar, dan sesuai dengan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Agar turnamen ini dapat menjadi titik awal kebangkitan sepak bola Indonesia, setelah sekian lama terlelap karena pandemi virus corona. Dengan segala keterbatasan kita memang harus mencoba, saya yakin kita pasti bisa dan sepakbola Indonesia akan bangkit lagi,” ujarnya.

Piala Menpora akan dimulai pada 21 Maret hingga 25 April 2021. Lokasi yang dipilih sebagai tuan rumah adalah, Bandung, Sleman, Solo, dan Malang. Para peserta semuanya berasal dari klub Liga 1.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini