Pembangunan Sirkuit Mandalika Tetap Diupayakan di Masa Pandemi

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Rencana Indonesia menjadi tuan rumah MotoGP 2021 sangat menyita perhatian termasuk masyarakat Indonesia. Hal itu dikarenakan Indonesia baru kali pertama ikut serta dan menjadi tuan rumah MotoGP.

Pembangunan Mandalika International Street Sirkuit terus dipercepat. Sampai saat ini progress pembangunan Sirkuit Mandalika sudah hampir mencapai 40 persen dan ditargetkan selesai pertengahan 2021. Namun, dikarenakan pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia, pembangunan tidak secepat sebelumnya.

Managing Director Dorna, Carmelo Ezpeleta, menyatakan bahwa ia selalu memantau progress perkembangan dari pembangunan Sirkuit Mandalika ini.

“Orang Indonesia harua memberi tahu kami pada Juni (2021) apakah mereka dapat mengadakan Grand Prix di musim gugur,” kata Ezpeleta, dikutip dari Speedweek.

MotoGP mengeluarkan kalender provisional yang terdiri dari 20 balapan yang akan digelar Maret hingga November mendatang. Sirkuit Mandalika berada di dalam daftar cadangan bersama dengan Sirkuit Algarve di Portugal dan Igora berlokasi di Rusia.
Rilis resmi dari Dorna Sports pada 6 November 2020 itu harus meredam rencana dan harapan awal Indonesia selama 23 tahun untuk memberanikan diri kali pertama menjadi tuan rumah dari MotoGP.

Penentuan dari kalender provisional itu kemungkinan besar masih bisa berubah sebab pandemi yang tidak menentu. Dari posisi Sirkuit Mandalika yang menjadi cadangan, tanggal penyelenggaraannya sangat bergantung pada penyelesaian pembangunan. Dorna, sebagai penyelenggara MotoGP berpesan, agar Indonesia memperhatikan seluruh lintasan fasilitas balapan, homologasi atau pengesahan, dan juga pengujian.

Sirkuit Mandalika yang berlokasi di Lombok, Nusa Tenggara Barat ini memiliki panjang sekitar 4,32 km dan memiliki 17 tikungan. Segala bentuk fasilitas dan bantuan telah dikerahkan demi kejuaraan ini. Bahkan perbaikan bandara tengah dilakukan pemerintah setempat yang akan membuat jalan penghubung dari bandara menuju Mandalika. Tak hanya itu, pelabuhannya pun menjadi pelabuhan internasional. Pengembangan destinasi wisata berkelas internasional yang tak kalah menarik perhatian pengunjung.

Setelah para pekerja libur sementara pada akhir tahun, kini para pekerja harus lebih ekstra dalam pembangunan sirkuit ini. Sebab ada kabar baik dari harapan Indonesia yang akan menjadi tuan rumah MotoGP. Hal itu dikarenakan ketidaksiapan dari negara lain dalam menggelar balapan.

“Ada negara yang belum menjalani balapan dan mereka punya konsumen sepeda motor yang brutal, seperti Indonesia. Mereka sedang membangun sirkuit yang spektakuler di sana (Mandalika) dan para tim pabrikan sangat tertarik tampil di sana,” ucap Ezpeleta.

Pembangunan Sirkuit Mandalika ini diperkirakan akan menghabiskan dana 14 triliun Rupiah. Dana pasti belum bisa diperkirakan secara jelas sebab pembangunannya pun masih terus berlanjut. BUMN menggandeng investor asal Prancis, Vinci Construction untuk menggarap Mandalika dengan komitmen investasi sebesar satu miliar Dolar AS (setara 14 triliun Rupiah) selama 15 tahun.

Antusiasme tinggi datang dari Valentino Rossi yang sudah berkali-kali ke Indonesia sekaligus legenda MotoGP yang saat ini masih membalap.

“Saya sudah sering ke Indonesia, setelah itu (kemenangan di Sirkuit Sentul pada kelas 125cc tahun 1997). Atmosfernya luar biasa, mengagumkan, terkadang sulit untuk dikontrol,” tegas Rossi.

Reporter: Irania Zulia

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini