MATA INDONESIA, JAKARTA – Dihentikannya kasus empat tenaga kesehatan yang memandikan jenazah perempuan oleh Kejaksaan Negeri Pematang Siantar harus diwaspadai reaksi yang akan muncul dari kelompok-kelompok intoleran.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa, Rudi S Kamri yang pesannya diterima Mata Indonesia, Sabtu 27 Februari 2021.
“Kita harus menunggu bagaimana respon penghentian kasus itu,” ujar Rudi.
Sebab, menurut Rudi, kasus empat nakes lelaki dengan pakaian APD lengkap yang memandikan jenazah perempuan tersebut diproses polisi karena tekanan dari kelompok-kelompok radikal setempat.
Mereka yang menggerakkan kelompok-kelompok itu adalah mantan aktivis ormas yang sudah dilarang pemerintah yaitu Front Pembela Islam (FPI).
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sumut Kombes Hadi Wahyudi mengatakan penghentian tuntutan merupakan kewenangan jaksa. Polisi, melakukan proses penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum berlaku.
Hadi menyatakan, dalam penetapan tersangka, penyidik juga mengacu pada bukti permulaan. Kemudian, juga asas praduga tidak bersalah.
Sebelumnya, empat nakes di RSUD Djasamen Saragih Pematangsiantar jadi tersangka terkait kasus memandikan jenazah perempuan positif Corona. Mereka dijerat dengan UU tentang Praktik Kedokteran dan Penistaan Agama.
Polisi pun kemudian melimpahkan berkas para tersangka itu ke Kejaksaan Negeri Pematang Siantar. Jaksa kemudian menahan keempatnya dengan status sebagai tahanan kota.