MATA INDONESIA, JAKARTA – Terdapat beberapa motif yang digunakan oleh kelompok teroris untuk melancarkan aksinya di Indonesia. Sebelum melancarkan aksinya, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan merekrut kader untuk memperkuat organisasinya. Ali Imron, pelaku pengeboman di Legian Bali 2002 pernah mengemukakan alasan dirinya melakukan jihad dengan cara pengeboman.
Pertama, perasaan tidak puas terhadap pemerintah. Kerusakan dan kemaksiatan yang meliputi aliran-aliran sesat, pergaulan bebas hingga adanya pengaruh barat. Kedua, yaitu ingin menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Maka aksi pengeboman diharapkan mampu memicu terjadinya revolusi yang menghantarkan pada berlakunya syariat Islam.
Ketiga, yaitu terbukanya jihad fi sabililah. Ini merupakan salah satu cara untuk melawan kemungkaran dengan membuka medan jihad. Melalui aksi pengeboman di Bali, ia berharap bisa membuka peluang bagi kaum Muslim dan orang yang dianggap kafir.
Keempat, melaksanakan kewajiban jihad. Menurut para pelaku teror aksi jihad adalah perang suci di jalan Allah. Bila melakukan hal tersebut itu berarti telah melaksanakan jihad di jalan Allah.
Kelima, ingin membalas kaum kafir. Tindakan pengeboman di gereja-gereja pada malam natal merupakan aksi pembalasan terhadap kebiadaban Zionis Israel dan Amerika terhadap Islam.
Sejumlah penjelasan ini juga digunakan untuk menarik masyarakat untuk turut mengikuti gerakan teror. Namun salah satu faktor yang sangat memengaruhi adalah penindasan dan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Masyarakat yang perekonomiannya terpuruk kerap terjebak dengan propaganda ini.
Pengamat intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta, menilai bahwa isu ketertindasan hanya sebagai daya tarik untuk merekrut kader teroris.
“Kelompok tersebut menggunakan isu-isu ketertindasan sebagai daya tarik untuk perekrutan atau propaganda. Isu populis seperti itu biasa bagi kelompok yang cari pendukung,” kata Stanislaus saat berbincang dengan Mata Indonesia News, 28 Januari 2021.
Maka berbagai cara khususnya propaganda teroris harus tetap diawasi agar tidak mudah memengaruhi masyarakat. Caranya dengan sinergi antara pemerintah, aparat keamanan serta masyarakat.