MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Warga Myanmar yang menolak kekuasaan junta militer bukan hanya melalukan protes dengan turun jalan saja. Mereka yang menolak kudeta juga mengekspresikan protes melalui sebuah tato.
Dengan gambar inti salam tiga jari plus peta negara Myanmar berwarna merah sebagai background, beberapa pengunjuk rasa yang memilih untuk mentato tubuh mereka juga menuliskan kata-kata, seperti “Kebebasan dari Ketakutan” atau “Revolusi Musim Semi”.
Sementara beberapa orang lainnya memilih wajah pemimpin de facto Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi sebagai tato yang menghiasi tubuh mereka. Dan gambar-gambar ini menjadi semakin popular, kata seorang pemilik salon tato.
Lebih dari 80 pengunjuk rasa meninggal dunia dan sebanyak 2,100 orang telah ditangkap dalam sebuah tindakan keras yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan pasukan keamanan pada protes harian yang terjadi di seluruh penjuru negeri Myanmar.
“Saya merasa seperti kehilangan masa depan ketika mendengar berita pada 1 Februari. Saya merasa sangat kesakitan dan tidak ingin melupakan rasa sakit itu selamanya,” kata seorang wanita berusia 23 tahun yang tidak ingin disebutkan namanya, melansir Reuters.
Dia mengatakan, pesan dari “Kebebasan dari Ketakutan” yang tertulis di tubuhnya itu merupakan bukti sekaligus janji bahwa ia tidak akan pernah melupakan rasa sakit yang ia alami dari kudeta yang dilakukan oleh junta militer.
Tato di tubuhnya ini juga akan menunjukkan kepada generasi yang lebih muda, saat ini maupun di masa mendatang bagaimana rakyat Myanmar menyingkirkan kediktatoran junta militer.
“Mereka mengancam kami dengan senjata. Tapi revolusi di Myanmar tidak akan menang jika kita takut. Jadi kita harus menyingkirkan ketakutan semacam ini untuk menang dalam revolusi,” kata seorang yang memiliki tato ‘perjuangan’ ini.
Sejak kudeta yang terjadi awal Februari, Myanmar terjatuh dalam kekacauan. Aparat keamanan tak segan menggunakan kekerasan demi membungkam dan membubarkan para demonstran.
Aparat keamanan bahkan tak menggunakan peralatan perang untuk menghadapi warga negaranya sendiri. Tindakan represif inilah yang membuat banyak negara mengecam junta militer, Amerika Serikat bahkan tak segan menjatuhkan sanksi, sementara Australia membatalkan kerja sama pertahanan.