MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Seorang pengunjuk rasa mengorbankan nyawanya demi kembalinya demokrasi di Myanmar, diungkapkan oleh sang istri, Aye Myat Thu. Sang suami, Chit Min Thu bersikeras untuk bergabung dalam aksi protes meskipun dia memintanya untuk tinggal di rumah demi putra mereka.
“Dia bilang mati untuk itu layak. Dia khawatir orang-orang tidak ikut protes. Jika demikian, demokrasi tidak akan kembali ke negara itu,” kata Aye Myat Thu, melansir Reuters, Jumat, 12 Maret 2021.
Kelompok advokasi mengatakan bahwa pasukan keamanan Myanmar menewaskan 12 pengunjuk rasa pada salah satu hari paling mematikan sejak junta militer mangambil alih kekuasaan. Pertumpahan darah terjadi beberapa jam setelah Dewan Keamanan PBB menyerukan militer untuk menahan diri.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) melaporkan, sebanyak delapan pengunjuk rasa tewas di pusat kota Myaing setelah mendapat tembakan dari pasukan keamanan. Di kota terbesar Myanmar, Yangon, pengunjuk rasa bernama Chit Min Thu tewas di distrik North Dagon.
Di luar kematian para pengunjuk rasa, junta militer menambahkan korupsi ke dalam tuduhan terhadap pemimpin de facto Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi. Ini berarti peraih Nobel Perdamaian itu menghadapi empat dakwaan, termasuk mengimpor enam radio walkie talkie secara ilegal dan melanggar pembatasan virus corona.
Juru bicara junta militer, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan Suu Kyi telah menerima pembayaran ilegal senilai 600 ribu dolar AS dan emas, saat menjabat. Hal ini berdasarkan pengaduan mantan menteri utama Yangon, Phyo Mien Thein.
“Dia dengan tegas mengatakan itu. Fakta-fakta itu sudah kami verifikasi beberapa kali. Sekarang komite antikorupsi melanjutkan penyelidikan,” ungkap juru bicara, Brigadir Jenderal Zaw Min Tun pada konferensi pers.
Akan tetapi klaim mantan menteri utama Yangon tersebut mendapat penolakan dari anggota parlemen dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Aye Ma Ma Myo.
“Tidak jarang melihat fitnah terhadap politisi dan upaya untuk menghancurkan partai sementara anak muda yang tidak bersalah dibunuh di depan umum,” kata Aye Ma Ma Myo kepada Reuters dalam sebuah pesan.