MATA INDONESIA, BEIJING – Seorang warga Amerika Serikat, Shadeed Abdulmateen mendapat vonis hukuman mati dari Pengadilan Tinggi Provinsi Zhejiang, Cina. Putusan pengadilan tinggi ini menguatkan pengadilan tingkat pertama di Kota Ningbo yang sebelumnya juga menjatuhkan hukuman mati.
Dengan penolakan upaya banding tersebut, maka eksekusi hukuman mati tinggal menunggu persetujuan Mahkamah Agung Rakyat Cina (SPC). Selama persidangan banding, Pengadilan Tinggi Zhejiang memberikan perlindungan hak litigasi Abdulmateen dan keluarga korban pembunuhan sesuai hukum yang berlaku.
Abdulmateen mendapat pendampingan dari dua penasihat hukum dan seorang penerjemah. Sedangkan kuasa hukum korban juga menghadiri sidang putusan tersebut. Lebih dari 20 pegawai Konsulat Jenderal AS di Shanghai, beberapa anggota Kongres Rakyat Cina dan anggota Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat Cina turut menghadiri sidang tersebut.
Abdulmateen menikam seorang perempuan berusia 21 tahun bermarga Chen di dekat halte bus hingga tewas pada 14 Juni 2021 malam. Dosen bahasa Inggris di salah satu universitas di Ningbo itu menjalin hubungan asmara dengan korban yang merupakan mahasiswinya sendiri.
Keduanya terlibat pertengkaran setelah Chen mengatakan ingin mengakhiri hubungan. Pertengkaran tersebut memicu Abdulmateen untuk mengakhiri nyawa kekasihnya itu, menurut putusan pengadilan tingkat pertama.
Atas perkara tersebut, pengadilan tingkat pertama di Ningbo menjatuhkan hukuman mati pada Abdulmateen pada 21 April 2022 dengan tuduhan pembunuhan berencana.
Abdulmateen datang ke Cina pada 2013 untuk bekerja. Dia menikah dan memiliki seorang anak laki-laki. Namun, dia kemudian bercerai dengan istrinya pada 6 Mei 2021 karena berpacaran dengan mahasiswinya.