Warga Afghanistan di Persimpangan Dilema, Antara Cinta dan Masa Depan

Baca Juga

MATA INDONESIA, DOHA – Warga Afghanistan yang telah meninggalkan negaranya angkat suara. Mereka mengaku berat untuk pergi, karena harus meninggalkan keluarga yang mereka cintai.

Namun di sisi lain, mereka putus asa bila harus tetap bertahan tanpa kepastian. Sebagaimana diketahui, Taliban dengan cepat mengambil alih kekuasaan pemerintah Afghanistan yang merupakan hasil dari kekuatan perang dan tekanan berkelanjutan untuk memaksa lawan menyerah.

Taliban juga tak ragu mengintimidasi sekaligus iming-iming dengan propaganda dan perang psikologis saat merebut kota demi kota. Ada yang mengatakan bahwa taktik perang Mao Zedong menjadi inspirasi Taliban. Bukan tanpa alasan, pemimpin revolusi Komunis Cina ini dilaporkan memiliki pengaruh yang kuat di Afghanistan.

Dan hal ini menyebabkan evakuasi massal warga Afghanistan dan warga negara asing di tengah kekhawatiran akan pembalasan dan kembalinya interpretasi keras terhadap syariat Islam di negara yang berada di antara wilayah Asia Tengah dan Asia Selatan itu.

“Sangat sulit untuk meninggalkan negara saya. Saya mencintai negara saya, Afghanistan,” kata seorang perempuan bercadar kepada Reuters di Doha, Qatar, Minggu, 22 Agustus 2021.

Ia menjelaskan bahwa sebelum Taliban tiba dan kembali menguasai Afghanistan, tak pernah terbersit di benaknya untuk meninggalkan negara kelahirannya. Perempuan tersebut mengatakan bahwa ia melarikan diri bersama ketiga anaknya dan sang suami yang merupakan dokter gigi.

Ia khawatir, profesi suaminya dengan organisasi kemanusiaan internasional akan menjadikan mereka sebagai target Taliban. Ia juga menggambarkan adegan traumatis di Bandara Hamid Karzai, Kabul, ketika ribuan orang berteriak-teriak untuk dapat naik ke penerbangan evakuasi.

“Itu hanya mengejutkan dan saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan,” kenangnya.

Perempuan tersebut hanyalah satu dari sekian banyak pengungsi yang sementara ditempatkan di kompleks perumahan di Doha. Sebagai catatan, pemerintah Qatar menampung ribuan pengungsi sampai mereka dapat memasuki negara ketiga.

Sementara seorang warga Afghanistan lain mengatakan, ia skeptis Taliban akan menepati janji mereka, termasuk menghormati hak-hak perempuan dan amnesti bagi mereka yang bekerja di pemerintahan atau dengan pihak asing.

“Yang paling mengganggu adalah tidak banyak harapan untuk masa depan,” kata pria yang tiba di Doha pekan ini bersama istri, tiga anak, orang tua, dan dua saudara perempuannya.

Pria yang berprofesi sebagai pengacara itu mengaku takut jika ia tetap tinggal di Afghanistan. Alasannya karena pekerjaannya dengan perusahaan internasional yang membuatnya yakin akan menjadi target Taliban.

“Ini akan menjadi kehidupan yang sangat, sangat berbeda dan menantang di depan kita. Ini tidak mudah karena mereka tidak aman,” sambungnya.

“Ada banyak harapan pada saya untuk membantu mereka keluar dari sana dan kadang-kadang Anda benar-benar melihat diri Anda benar-benar tidak berdaya,” katanya.

Seorang pria lain yang merupakan seorang mahasiswa hukum tahun kedua, mengatakan bahwa ia melihat gerilyawan bersenjata mengintimidasi orang-orang dalam perjalanan mereka ke bandara.

Ia dievakuasi ke Qatar bersama saudara perempuannya dan harus meninggalkan sang istri yang ia nikahi dalam panggilan video sebelum meninggalkan Afghanistan. Ia juga tidak tahu bagaimana ia bisa menyelesaikan studinya.

“Pikiran kami kembali ke rumah karena keluarga kami tetap tinggal. Istri saya ada di sana. Orang tua saya ada di sana, saudara-saudara saya. Saya hanya berharap mereka dievakuasi … seandainya itu tidak terjadi dan ada yang tidak beres, saya pikir saya akan membuat pikiran saya dan ingin kembali,” tuturnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pemerintah Berikan Paket Stimulus Demi Jaga Daya Beli Masyarakat TerdampakPenyesuaian PPN 1%

Oleh : Rivka Mayangsari*) Perekonomian global dan domestik yang terus menghadapi ketidakpastian menuntut kebijakan yang cerdas dan tepat sasaran untuk menjaga daya...
- Advertisement -

Baca berita yang ini