MATA INDONESIA, TEHERAN – Pengunjuk rasa wanita di Iran lakukan protes dengan membakar hijab setelah seorang wanita masuk tahanan akibat melanggar undang-undang hijab.
Demonstrasi terus berlanjut selama lima malam berturut-turut, dan mencapai beberapa kota besar dan kecil.
Mahsa Amini meninggal di rumah sakit pada hari Jum’at, 16 September 2022 setelah tiga hari mengalami masa koma.
Di utara Teheran, kerumunan bersorak saat para wanita membakar jilbab mereka dalam aksi protes terkait kasus tersebut.
Polisi moral Iran menangkap Amini di ibu kota pekan lalu dengan tuduhan melanggar hukum aurat. Hukum tersebut mewajibkan perempuan memakai jilbab dan menutup lengan dan kaki mereka dengan pakaian yang longgar. Dia mengalami koma tak lama setelah pingsan di pusat penahanan.
Ada laporan bahwa polisi memukul kepala amini dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka.
Polisi membantah tuduhan bahwa pihaknya menganiaya Amini dan mengatakan bahwa ia menderita gagal jantung mendadak. Keluarga Amini mengatakan bahwa Amini sebelumnya dalam keadaan sehat dan bugar.
Tiga orang tewas pada 20 September 2022 ketika pasukan keamanan melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa.
Seorang asisten Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamaeni, mengunjungi keluarga Amini pada hari Senin, 20 September 2022. Ia mengatakan kepada mereka “Semua lembaga akan mengambil tindakan untuk membela hak-hak yang dilanggar,” dilansir dari BBC.
Anggota parlemen senior Jalal Rashidi Koochi secara terbuka mengkritik polisi moral. Ia mengatakan pasukan itu adalah sebuah kesalahan dan hanya menyebabkan kerugian bagi Iran.
Setelah Revolusi Islam 1979, pihak berwenang Iran memberlakukan aturan berpakaian wajib yang mengharuskan semua wanita mengenakan jilbab dan pakaian longgar yang menyamarkan sosok mereka di depan umum.
Polisi moralitas secara resmi terkenal sebagai “Gasht-e Irsyad” untuk memastikan wanita menyesuaikan diri dengan interpretasi pihak berwenang tentang pakaian yang pantas bagi wanita Iran.