MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS ditutup di zona merah pada perdagangan awal pekan, 11 November 2019.
Mata uang Garuda ditutup di level 14.063 per dolar AS atau turun 0,39 persen.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pelemahan rupiah disebabkan oleh sejumlah sentimen dari luar maupun dalam negeri.
Pertama, soal upaya kesepakatan perdagangan antara AS dan China.
Selama akhir pekan, Presiden AS Donald Trump membantah laporan bahwa Beijing dan Washington sepakat untuk mengembalikan beberapa tarif barang satu sama lain.
“Hal ini memicu keraguan baru tentang kapan dua ekonomi terbesar dunia itu dapat mengakhiri perang dagang 16 bulan yang telah memperlambat pertumbuhan global,” kata dia sore ini.
Kedua, soal perhatian investor yang masih tertuju pada pemberitaan soal data ekonomi Inggris akan dirilis Senin dan pertemuan penetapan suku bunga bank sentral Selandia Baru di akhir minggu ini.
Ketiga, Jerome Powell, pemimpin The Fed telah menyatakan bahwa tak akan melakukan pelonggaran lebih lanjut terhadap suku bunga The Fed. Bank sentral AS diperkirakan akan menahan suku bunga sebab pada bulan lalu The Fed baru saja memotong suku bunga untuk ketiga kalinya.
Sementara dari internal, pergerakan rupiah hari ini dibayangi oleh sikap Bank Indonesia (BI) yang optimistis soal defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). CAD pada kuartal III/2019 yang menyempit jadi 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dibandingkan dengan sebelumnya 3,0 persen dari PDB.
Selain itu, BI juga terus melakukan intervensi di pasar valas dan obligasi dalam perdagangan DNDF hari ini.
“Namun data ekonomi dalam negeri yang positif tidak sanggup menahan gempuran sentimen eksternal yang kurang menguntungkan sehingga wajar kalau rupiah hari ini melemah cukup tajam,” ujar Ibrahim.