MINEWS, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan penerimaan negara tahun ini lebih lemah dibandingkan tahun lalu. Hal tersebut tampak dari pertumbuhan penerimaan negara pada semester pertama 2019 dibandingkan periode yang sama 2018.
Dari sisi penerimaan pada Juli 2019 hanya mencapai 1.052,8 triliun rupiah. Pendapatan negara itu tumbuh melambat 5,9 persen dari Juli 2018 yang sebesar 1.114,9 triliun rupiah.
Adapun, penerimaan negara ditopang oleh penerimaan perpajakan 810 triliun rupiah atau tumbuh 3,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, ada juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 241,3 triliun rupiah yang tumbuh 14,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kemudian, pos penerimaan negara dari sisi hibah sebesar 800 miliar rupiah atau melonjak 75,7 persen dibandingkan 2018.
Sementara, dari sisi belanja negara, Sri Mulyani mengatakan, belanja negara pada Juli 2019 mencapai 1.236,5 triliun rupiah atau naik 7,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018 lalu.
Alhasil, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 hingga akhir Juli 2019 cuma sebesar 183,7 triliun rupiah atau 1,14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Defisit itu melebar dibandingkan pada defisit pada periode Juni 2019 yang sebesar 151 triliun rupiah. Dan angka defisit pada Juni 2019 juga lebih tinggi dibanding tahun lalu di periode yang sama sebesar 110,6 triliun rupiah.
“Defisit yang terjadi pada APBN Juli 2019 ini karena posisi belanja lebih tinggi dibandingkan pendapatan,†kata Sri Mulyani di Jakarta, Senin 26 Agustus 2019.
Dengan begitu, kata Sri, pendapatan negara masih jauh dari target APBN 2019. Realisasi penerimaan negara itu hanya 48,6 persen dari target APBN 2019 yang mencapai 2.165 triliun rupiah. “Pertumbuhannya lebih lemah dari tahun lalu,” ujar dia.
Bisakah Defisit APBN Ditekan Menjadi Surplus?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, mengelola APBN tidak diproyeksi untuk dapat mengubah defisit menjadi surplus. Meski demikian, pemerintah berupaya untuk mengelola perekonomian melalui peningkatan pendapatan negara dari perpajakan.
“Kalau mengelola APBN kita tidak melakukan proyeksi seperti itu. Tapi yang diperhatikan dan terus menerus dikelola bagaimana perkembangan dari perekonomian yang sangat menentukan penerimaan dari perpajakan dan PNBP,” kata dia.
Sri pun mengatakan lebih lanjut, pendapatan perpajakan negara tentu sangat dinamis dan dipengaruhi oleh komoditas. Hal tersebut tergantung pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, situasi perdagangan dunia dan juga harga berbagai komoditas andalan ekspor.
“Karena itu sesuatu yang dinamis, seperti penerimaan pajak dari ekonomi yang berbasis komoditas ditentukan nilai kurs, harga komoditas, situasi perdagangan internasional dan pengaruhi APBN baik penerimaan pajak maupun bukan pajak,” katanya.
Dia mengatakan apabila dalam perjalanannya, asumsi perekonomian yang ditetapkan ternyata berbeda dengan kondisi saat ini maka pemerintah akan berupaya mendekatkan pada asumsi awal dengan melakukan berbagai cara.
“Kalau dilihat ada perkembangan dan bergerak berbeda dengan basis asumsi yang jadi landasan awal, maka kita harus lihat bagaimana tren ke depan. Apakah ada faktor lain yang bisa mengkompisite sehingga kita akan berupaya mendekatkan pada asumsi awal, terutama sisi pencapaian,” ujarnya.