Vonis 7 Tahun untuk Jaksa Azam, Tegaskan Komitmen Berantas Korupsi Aparat Hukum

Baca Juga

Mata Indonesia, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis tegas kepada tiga terdakwa dalam perkara korupsi pengembalian barang bukti senilai Rp 11,7 miliar. Putusan ini menjadi penegasan atas komitmen pengadilan dalam menjaga integritas institusi penegak hukum.

Juru Bicara PN Jakpus, Andi Saputra, menyampaikan bahwa jaksa Azam Akhmad Akhsya divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsidair 3 bulan kurungan.
“Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang hanya meminta 4 tahun. Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa melampaui sekadar gratifikasi, tetapi sudah pada tahap pemaksaan yang sistematis,” tegas Andi Saputra.

Ketua Majelis Hakim, Sunoto, menetapkan bahwa dua terdakwa lain, advokat Oktavianus Setiawan dan Bonifasius Gunung, juga terbukti bersalah. Keduanya dijatuhi hukuman masing-masing 4 tahun 6 bulan dan 4 tahun penjara, disertai denda serupa. Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan bahwa dakwaan Pasal 12 huruf e UU Tipikor lebih tepat dikenakan kepada Azam karena terbukti menyalahgunakan kewenangan sebagai jaksa eksekutor.

Vonis ini sekaligus membuka tabir rekayasa administrasi yang dijalankan Azam selama 16 bulan. Dalam kurun waktu tersebut, ia menciptakan 137 kelompok fiktif untuk memecah dana pengembalian senilai Rp 53,7 miliar. Akibatnya, 912 korban dari Paguyuban SIF dirugikan hingga Rp 17,8 miliar.

Uang hasil korupsi digunakan untuk berbagai kepentingan pribadi, termasuk pembayaran asuransi, deposito, pembelian properti, hingga umroh. Majelis juga menilai upaya Azam menyembunyikan aliran dana melalui dokumen ganda dan rekening pihak ketiga, merupakan indikasi korupsi yang terorganisir.

Andi Saputra menambahkan bahwa majelis telah menetapkan pengembalian aset kepada korban berupa uang tunai dan polis asuransi sebesar Rp 8,7 miliar serta pelelangan properti atas nama istri Azam.

“Putusan ini sekaligus menjadi pengingat keras bahwa siapapun yang menyalahgunakan kekuasaan akan diproses secara adil dan transparan,” tambah Andi Saputra.

Vonis ini mendapat perhatian publik karena melibatkan aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Keputusan majelis hakim diharapkan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang tegas dan tidak pandang bulu.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini