MATA INDONESIA, WASHINGTON – Di sela-sela aksi demonstrasi besar-besar perihal kematian George Floyd, Presiden AS Donald Trump malah mengunjungi gereja di dekat Gedung Putih, Gereja Episcopal St John pada Senin, 1 Juni 2020 lalu. Di depan gereja, sembari memegang Alkitab, dia berpose dan menggelar konferensi pers singkat.
Parahnya, agar Trump dapat menyambangi gereja itu, petugas membubarkan para pengunjuk rasa yang damai di luar gerbang Gedung Putih dengan gas air mata, granat kilat, dan peluru karet.
Ulah Trump pun memantik amarah Uskup Mariann Edgar Budde dari Keuskupan Episkopal Washington, Amerika Serikat.
“Presiden hanya memanfaatkan Alkitab, teks paling suci dari tradisi Yahudi-Kristen, dan salah satu gereja di keuskupan saya, tanpa izin, sebagai latar belakang untuk suatu pesan bertentangan dengan ajaran Yesus.” ujarnya saat diwawancarai reporter CNN, Selasa 2 Juni 2020.
Hal senada juga disampaikan oleh seorang imam Yesuit bernama James Martin.
“Biarkan saya memperjelas. Ini memalukan. Alkitab bukan properti. Gereja bukan lokasi latar belakang berpose. Agama bukan alat politik. Tuhan bukan mainanmu,” kata dan konsultan untuk departemen komunikasi Vatikan dalam akun Twitternya, yang dikutip pada Rabu 3 Mei 2020.
Let me be clear. This is revolting. The Bible is not a prop. A church is not a photo op. Religion is not a political tool. God is not your plaything. pic.twitter.com/RZwPeqrwoZ
— James Martin, SJ (@JamesMartinSJ) June 2, 2020
Seorang Pemimpin agama Yahudi Konservatif di AS yang bernama Rabbi Jack Moline juga mengkritik keras kelakuan Trump tersebut.
“Melihat Presiden Trump berdiri di depan Gereja Episcopal St John sambil memegang Alkitab sebagai tanggapan terhadap seruan untuk keadilan rasial – segera setelah menggunakan kekuatan militer untuk membersihkan pengunjuk rasa damai – adalah salah satu dari banyak jenis penyalahgunaan agama yang mencolok yang pernah saya lihat,” ujar sosok yang menjabat sebagai Presiden Aliansi Antaragama tersebut.
Seperti diketahui, George Floyd adalah pria Afrika-Amerika berusia 46 tahun. Ia meninggal pekan lalu akibat kekerasan yang dilakukan seorang perwira polisi bernama Derek Chavin. Kematiannya, yang direkam dalam video, memicu demonstrasi di beberapa negara bagian Amerika.
Sebagai respon, Trump malah mengancam akan mengerahkan militer ke kota-kota untuk menghentikan protes yang berujung ricuh itu. Ia mengatakan tindakan itu akan dilakukan untuk melindungi rakyat Amerika.