Home News TikTok Dicurigai Sebagai Alat Mata-Mata Pemerintah Cina

TikTok Dicurigai Sebagai Alat Mata-Mata Pemerintah Cina

0
285

MATA INDONESIA, JAKARTA – Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, memperingatkan akan memblokir aplikasi asal Cina, TikTok karena dianggap sebagai alat intelejen bagi negara asalnya.

Meski bukan berasal dari perusahaan-perusahaan besar di Silicon Valley, TikTok mampu meledak di pasaran. Ini karena, aplikasi buatan Zhang Yiming tersebut mampu masuk ke hati penggunanya dengan menawarkan berbagai video yang menghibur seta mudah digunakan.

Banyaknya konten video mulai dari menari hingga bisnis mencerminkan kepopuleran TikTok di semua kalangan. Masyarakat mampu membuat video yang mengekspresikan dirinya dengan mudah salam aplikasi ini. Tak ayal, aplikasi yang diluncurkan empat tahun silam ini mampu menempati urutan teratas di Play Store dan App Store.

Misalnya, video yang diunggah oleh @davidkasprak pada akhir tahun 2018 di akun TikToknya telah ditonton jutaan kali. Padahal, video tersebut sangat sederhana. Menggambarkan permen jelly berbentuk beruang yang sedang berdiri di panggung kosong sendirian. Tak lama, kesunyian dipecahkan oleh lagu yang dinyanyikan Adele berjudul Someone Like You.

Setelah kemunculan suara Adel, tiba-tiba muncul permen jelly beruang lainnya yang bergabung dan turut menyanyikan lagu tersebut.

Meski dikemas secara sederhana, video ini mampu memberikan hiburan pada penontonnya. Dalam waktu singkat, video ini banyak ditiru dan menjadi trendsetter di masanya.

TikTok tak serta merta muncul sebagai aplikasi yang mampu membius dunia. Kelahiran aplikasi ini bermula pada tahun 2014 ketika Musical.ly diluncurkan. Aplikasi ini menargetkan kalangan bisnis dan kalangan kesehatan sebagai penggunanya.

Dua tahun setelahnya, perusahaan raksasa asal Cina, ByteDance, meluncurkan aplikasi serupa bernama Douyin. Aplikasi ini berkembang dengan cepat sebab pemakainya sudah mencapai 100 juta orang di Cina dan Thailand.

Kesuksesan Douyin ini lah yang menjadi latar belakang ByteDance memperluas pasarnya. Hingga, pada tahun 2018 ByteDance membeli Musical.ly dan mengolahnya dengan fitur-fitur baru sehingga lahir lah TikTok.

Rahasia TikTok terletak pada algoritmenya yang luar biasa dikombinasikan dengan penggunaan musik. Dengan teknologi tersebut TikTok mampu memilih apa yang disukai penggunanya dengan kecepatan dan ketepatan yang menganggumkan, menyaingi aplikasi-aplikasi saingannya.

Aplikasi ini pun memiliki basis data lagu yang sangat besar sehingga mampu melakukan seleksi, mengolah klip film, dan lip sync. Fitur ini mengilhami munculnya tren seperti Old Town Road rapper Lil Nas X atau Bored in the House yang dibuat Curtis Roach.

Sebagian besar pengguna TikTok menghabiskan waktunya pada laman For Your Page. Dalam laman ini, pengguna mampu melihat tren-tren yang sedang viral berdasarkan topik kesukaan mereka.

Kepopuleran TikTok tidak perlu diragukan lagi. Jika melihat dari jumlah pengunduh aplikasi tersebut, beberapa negara yang paling banyak mengunduhnya ialah Cina, India, Amerika Serikat, Indonesia, Brasil, dan Thailand.

Meski menawarkan berbagai hiburan, kemunculan TikTok tidak dianggap baik oleh semua kalangan, terutama politisi. Kini, TikTok dituduh sebagai aplikasi yang membahayakan keamanan negara karena dapat merambah data privasi pengguna dan digunakan oleh pemerintah Cina.

Alasan ini lah yang membuat Trump mengeluarkan executive order yang berisikan larangan penggunaan aplikasi TikTok di Amerika Serikat sejak September 2020 yang lalu.

Tetapi, pendapat Trump tersebut dinilai sangat lemah dan dianggap sebagai bagian dari perang dagang Cina-Amerika Serikat yang kian memanas. Ketegangan politik juga terjadi antar negara tersebut setelah merebaknya pandemi Covid-19.

Dalam argumennya, Trump menyatakan akan memblokir TikTok dan akan memperbolehkannya dengan satu syarat, TikTok akan dibeli Amerika Serikat.

Padahal, pengumpulan data pengguna yang dilakukan oleh TikTok juga dilakukan oleh apliasi lainnya seperti Facebook, Twitter, Rediiit, dan Linkedin.

Contoh data yang dikumpulkan oleh TikTok adalah jenis video yang ditonton dan dikomentari, lokasi data, model handphone dan sistem operasinya, serta ritme keystroke ketika mengetik. Hal ini, dikhawatirkan oleh beberapa negara sebagai praktik pengintaian atau mata-mata pemerintah Cina.

Selain Amerika Serikat, India pun melarang penggunaan aplikasi ini di negaranya. Tahun lalu, aplikasi ini sudah diblokir oleh pemerintah India, namun mendapatkan izinnya kembali. Pada Juni 2020 India kembali memblokir aplikasi tersebut setelah mendapat keluhan bahwa TikTok diam-diam telah mengirimkan data penggunanya.

Sebagai bentuk respons dari tindakan Trump, pihak TikTok mengambil langkah hukum untuk membawa masalah tersebut ke pengadilan Amerika Serikat.

Pihak TikTok pun bersedia untuk melakukan transparasi guna menghilangkan ketakutan akan adanya pengumpulan aliran data. Kevin Mayer, CEO baru TikTok mengatakan pihaknya akan mengizinkan para ahli untuk memeriksa kode algoritmanya.

Tidak hanya TikTok saja, dWeChat, aplikasi chatting dan Huawei, ponsel asal Cina juga dikhawatirkan akan membocorkan data penggunanya

Sebagai platform video musik yang didominasi remaja, TikTok dianggap membatasi konten-konten yang berbau sensitif.

Tagar #BlackLivesMatter sangat menggema pada bulan Mei lalu. Meski sedang trending, TikTok menyembunyikan beberapa konten terkait dengan tagar tersebut.

Menurut The Intercept, moderator didorong untuk memilih konten yang bagus saja. Lebih lanjut, menurut Washington Post, moderator di Cina memiliki keputusan akhir apakah konten disetujui atau tidak.

Bagi mereka yang menggunakan TikTok sebagai wadah kreativitasnya, pasti akan merasa rugi jika aplikasi ini benar-benar diblokir. Sebagai alternatif, masyarakat Amerika Serikat beralih ke aplikasi serupa lainnya seperti Byte dan Thriller.

Reporter: Diani Ratna Utami

 

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here