Terus Bertambah, ASN Pemkot Bandung yang Positif Covid-19 Jadi 400 Orang

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Penyebaran kasus positif covid-19 makin menggila di lingkungan Pemkot Bandung., Sebelumnya hanya 200 orang  aparatur sipil negara (ASN) yang terjangkit, kini sudah bertambah menjadi 400 orang.

“Data terbaru mengungkapkan ada 400 orang yang terkonfirmasi positif covid-19,’ ujar Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bandung, Adi Junjunan Mustafa, Selasa 29 Juni 2021.

Data ini hanya hanya ASN saja, belum non-ASN. Di Setda termasuk BKPSDM total seluruhnya sudah di angka 70 orang. Angka keterpaparan pegawai di Pemkot Bandung ini terus naik jika dibandingkan data Jumat 25 Juni 2021 yang hanya mencapai 200 ASN.

Menurut Adi, jumlah pegawai yang terpapar Covid-19 tersebut dipastikan akan terus bertambah menjelang sore hari nanti. Hal itu mengingat data non ASN yang terkonfirmasi positif Covid-19 baru akan diterima pada pukul 14.00 WIB.

Kasus ASN terbanyak yang terinfeksi Covid-19 paling banyak terjadi di Dinas Kesehatan, rumah sakit, dan Satpol PP. Para ASN diduga terpapar karena bertugas langsung dengan melayani masyarakat dan bekerja di luar rumah yang memiliki resiko tinggi tertular Covid-19.

Dengan maraknya kasus Covid-19 ini, maka setiap atasan di OPD masing-masing secara ketat memberikan arahan kepada seluruh ASN agar bisa memaksimalkan bekerja dari rumah atau WFH. Ketika ada ASN yang akan bekerja di kantor harus mendapatkan persetujuan dari atasannya.

“Kalau yang keluar rumah harus memastikan ada penugasan dinas tertentu,” ujar dia.

Adi berharap para ASN tidak lengah dalam situasi pandemi Covid-19, terutama dengan keberadaan varian virus baru. Karena ketika mereka terpapar bisa membawanya ke rumah dan menyebarkan ke keluarga.

“Jangan memaksa untuk ke kantor. Takutnya ini menjadi pembawa dan menularkan ke anak istri,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini