MATAINDONESIA, INTERNASIONAL – Lebih dari 1,700 pengungsi Muslim Rohingya berlayar ke pulau terpencil di Teluk Benggala, demikian diungkapkan pejabat Angkatan Laut Bangladesh. Namun, ada kekhawatiran tentang risiko badai dan banjir yang melanda pulau tersebut.
Terkait banjir, pemerintah Bangladesh menepis kekhawatiran tersebut dengan mengatakan bahwa telah dibangun tanggul sepanjang 12 km dengan tinggi 2 meter di samping perumahan untuk 100 ribu pengungsi dan rumah sakit.
Keputusan pemerintah Bangladesh memindahkan para pengungsi Rohingya ke pulau di Teluk Benggala menuai kritik badan pengungsi PBB, UNHCR.
“Kami berharap dapat melanjutkan dialog konstruktif dengan Pemerintah mengenai proyek Bhasan Char, termasuk penilaian teknis dan perlindungan PBB yang diusulkan,” kata Komisaris Tinggi UNHCR, melansir Reuters, Jumat, 29 Januari 2021.
Sebelumnya, sebanyak 3,500 pengungsi Rohingya dari negara tetangga Myanmar, telah dikirim ke pulau Bhasan Char pada awal Desember. Para pengungsi ini menempati kamp-kamp perbatasan tempat di mana 1 juta orang tinggal di gubuk bobrok dan tak layak.
“Hari ini kami mengharapkan 1,700 lebih untuk tiba di sini,” kata Komodor Abdullah al Mamun Chowdhury, petugas yang bertanggung jawab atas pulau itu dalam sambungan telepon.
“Besok mereka akan dipindahkan ke Bhasan Char. Secara keseluruhan kami mengharapkan lebih dari 3 ribu orang,” sambungnya.
Rohingya merupakan kelompok minoritas yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar. Bukan rahasia, bila pemerintah Myanmar kerap melakukan tindakan repsesif kepada muslim Rohingya yang umumnya tinggal di kota Rakhine.
Tindakan brutal militer Myanmar tahun 2012 bahkan membuat 100 ribu warga Rohingya terusir dari kampung halamannya sendiri. Belum lagi banyak dari mereka yang harus merenggang nyawa. Sungguh sangat memprihatinkan.
Pemerintah Bangladesh mengatakan, kepadatan yang berlebihan di kamp-kamp di distrik Cox’s Bazar memicu terjadinya kejahatan, karena kegagalan mengembalikan para pengungsi Rohingya ke Myanmar.
“Pilihan apa yang kita punya? Berapa lama kita bisa hidup di kamp-kamp yang padat di bawah terpal?” tanya seorang pengungsi Rohingya Mohammed Ibrahim, dalam perjalanan ke pulau di mana beberapa kerabatnya telah dipindahkan.