MATA INDONESIA, NEW DELHI – Jenderal Tatmadaw dinilai salah menerapkan proses politik dari Indonesia, alih-alih menjadikannya negara demokrasi justru membuat Myanmar kacau balau. Hal lain yang membuat langkah sang jenderal menimbulkan kerusuhan sosial karena bangsa itu tidak memiliki Pancasila.
Teori itu diungkapkan Associate Professor and Executive Director at the Center for Southeast Asian Studies pada Jindal School of International Affairs di Jindal Global University, Dr Nehginpao Kipgen.
“Kemunculan Indonesia sebagai negara demokrasi modern, dengan masyarakat sipil yang berkembang dan angkatan bersenjata yang dihormati yang menikmati tingkat kepercayaan yang lebih tinggi dari publik bahkan dari presidennya sendiri, menjadikannya model yang patut ditiru,” ujar pakar ilmu politik tersebut yang dikutip Sabtu 27 Maret 2021.
Nehginpao seperti dilansir Channel News Asia, menilai, pemerintahan Indonesia memang pernah dikendalikan militer terutama saat Soeharto menjadi presiden.
Namun, presiden terlama Indonesia itu sadar kapan harus menyerahkan kepemimpinannya kepada sipil.
Sebelum dijungkalkan melalui reformasi 1998, Soeharto sebenarnya sudah menyadari untuk mengakhiri pemerintahan militernya. Sayang dia diperdaya para pembantunya sendiri sehingga dia dipersepsikan meninggalkan kursi presiden karena ingin berkuasa selamanya.
Nehginpao berpendapat Tatmadaw tidak bisa mengambil pelajaran dari Indonesia tersebut. Militer Myanmar yang sebelumnya berkuasa hingga 55 tahun sejak 1962 sampai dengan 2015 sempat meremehkan popularitas Aung San Suu Kyi di Pemilu 2020.
Ternyata mereka salah. Partai yang mengusung Suu Kyi ternyata mampu memenangkan Pemilu pada 2020.
Tatmadaw memperkirakan Suu Kyi dan partai pendukungnya NLD akan menyeret militer ke kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan krisis Rohingya. Maka kekuasaan itu direbut kembali bahkan sekarang secara paksa tanpa proses yang demokratis.
Selain itu, Nehginpao menilai Pancasila yang menjadi ideologi bersama berhasil tetap menyatukan bangsa Indonesia. Hal yang juga tidak dimiliki bangsa Myanmar.