Tak Ikut Pemerintah, Warga Garut dan Jember Sudah Berlebaran Hari Ini

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA-Sebagian masyarakat di Indonesia, sudah ada yang lebih dulu melaksanakan salat idul fitri dan berlebaran pada hari ini, tidak mengikuti ketetapan dari pemerintah.

Salah satunya, warga muslim di Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Jember, yang berlebaran lebih awal. Hal itu dilakukan, karena mereka mengawali Puasa Ramadan juga lebih awal.

Dasar yang digunakan untuk menentukan awal puasa Ramadan dan lebaran ini, adalah dari kitab Nuzhatu Al Majaalis Wa Muntakhobu Al Nafaais, yang sudah turun temurun dipegang oleh Kiai dan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Mahfilud Duror di desa setempat.

Pengasuh Ponpes Mahfilud Duror, KH Ali Wafa mengatakan untuk menentukan 1 Syawal 1440 Hijriah, sama halnya saat dirinya menentukan 1 Ramadan kemarin. Saat itu pelaksanaan ibadah puasa warga di sana dan pondoknya, jatuh pada 5 Mei 2019. Lebih dulu satu hari dari yang ditetapkan pemerintah.

“Sama halnya sekarang, kami juga melaksanakan 1 Syawal lebih dulu, yakni tanggal 4 Juni ini, tadi malam sudah takbiran. Jadi genap 30 hari, dasarnya Kitab Nuzhatu Al Majaalis Wa Muntakhobu Al Nafaais,” ujarnya Selasa 4 Juni 2019.

KH Ali menambahkan di dalam kitab karya syekh Abdurrahman Al Shufury Al Syafi’i, diuraikan tata cara penentuan awal Ramadan, yakni metode menghitung lima hari, dari hari pertama bulan Ramadhan tahun lalu.

Selain itu, hal serupa dilakukan oleh sekitar 400 orang Jemaah Majelis Taqorub Ilalloh di Kabupaten Garut, Jawa Barat melangsungkan shalat Idul Fitri hari ini. Mereka merayakan lebaran satu hari lebih cepat dari keputusan pemerintah.

Ridlo Muhammad, (25), tim media Majelis Taqorub Ilalloh Garut mengatakan, penentuan 1 Syawal yang digunakan lembaganya, merujuk pada hasil rukyat global yang terjadi di beberapa negara saat ini.

“Hingga tadi malam kami mendapatkan informasi sudah 35 negara melihat hilal, termasuk di Turki dan Arab Saudi,” ujar dia selepas shalat Idul Fitri di Lapangan Hall Basket, SOR Kerkof, Garut.

Keputusan itu merupakan hasil ijtihad para ulama, yang menyatakan jika satu negara telah melihat adanya hilal, maka negara lain wajib hukumnya untuk mengikuti. “Makanya kami mengikuti keputusan itu,” ujarnya.

Namun meskipun demikian, ia tetap menghormati pilihan mayoritas masyarakat Indonesia yang baru akan melangsungkan lebaran esok hari. “Biasa saja, kan semuanya juga punya pilihan masing-masing,” katanya.

Berita Terbaru

Memperkokoh Kerukunan Menyambut Momentum Nataru 2024/2025

Jakarta - Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, berbagai elemen masyarakat diimbau untuk memperkuat kerukunan dan menjaga...
- Advertisement -

Baca berita yang ini