MINEWS, JAKARTA-Pemerintah membuka kemungkinan memindahkan ibu kota ke luar Jawa, dan Kalimantan menjadi daerah yang paling potensial. Mengenai wacana tersebut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) turut menyorotinya.
Kepala Pusat Data Informasi BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa wacana pemindahan ibu kota ke Kalimantan merupakan isu strategis. Dari kaca mata kebencanaan, Sutopo melihat bahwa wilayah Kalimantan memang minim ancaman kegempaan dibandingkan daerah lainnya.
“Kalimantan memang aman dari gempa,” kata Sutopo, melalui akun Twitternya, Senin 29 April 2019.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan ibu kota Jakarta akan pindah ke luar Pulau Jawa. Kepastian itu diputuskan usai rapat pembahasan ibu kota baru di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai wacana yang terus berulang dari setiap pemerintahan ini harus dipantau secara serius. Jangan sampai, kata dia, wacana ini muncul tanpa kajian, seperti yang dilakukan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
“Pertama-tama tentu yang harus diamankan adalah tanah, jangan sampai makelar masuk dan menguasai tanah di sana,” katanya.
Agus mengakui bahwa perencanaan pemindahan ibu kota bukan hal yang mudah. Pemindahan ibu kota, kata dia, butuh kajian bertahun-tahun, seperti yang dilakukan banyak negara lain mulai dari Malaysia hingga Afrika Selatan.
“Harus dapat dipastikan berapa luas lahan yang dibutuhkan, berapa anggarannya. Lintas sektoral harus memberikan kajiannya, belum dapat kita lihat saat ini,” katanya.
Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro telah memastikan taksiran biaya pemindahan ibu kota. Jika dipindahkan ke Kalimantan, maka setidaknya butuh dana sebesar 23-33 miliar US dolar atau setara Rp 323-466 triliun.
Bambang juga mengatakan setidaknya ibu kota baru membutuhkan 40 ribu hektare (ha) lahan untuk menampung penduduk di ibu kota baru sekitar 1,5 juta orang.
Jumlah penduduk itu akan terdiri dari para pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta para anggota keluarga dan pelaku ekonomi pendukung. Estimasinya, pemerintah membutuhkan sekitar lima persen dari total lahan, pelaku ekonomi 15 persen, infrastruktur 20 persen, pemukiman 40 persen, dan ruang terbuka hijau 20 persen.