MINEWS, JAKARTA – SETARA Institute menyebut aksi berujung kerusuhan di Manokwari dan Jayapura sejak Senin 19 Agustus 2019 pagi tadi merupakan kebebasan berekspresi dan bentuk perlawanan terhadap dehumanisasi masyarakt Papua yang sudah berlangsung lama.
Menurut SETARA, aparat negara telah merusak peringatan Hari Kemanusiaan Internasional yang jatuh setiap tanggal 19 Agustus, dengan melakukan diskriminasi terhadap mahasiswa Papua di beberapa daerah, seperti Malang dan Surabaya selama sepekan terakhir.
Sejumlah mahasiswa Papua yang berencana melakukan aksi unjuk rasa di Malang menghadapi penghadangan, tindak kekerasan, dan pemaksaan oleh masyarakat, aparat, maupun pemerintah Kota Malang pada 15 Agustus 2019.
Intimidasi kembali terjadi di Surabaya dengan penyerbuan asrama Papua oleh aparat kepolisian, TNI, Pol PP, dan ormas pada 16 Agustus 2019. Aksi ini menyebabkan penangkapan 43 mahasiswa Papua yang tidak terbukti bersalah.
SETARA Institute, dalam keterangan resminya yang diterima Mata Indonesia News, mengecam tindakan kekerasan terhadap warga negara yang menyampaikan aspirasi dan ekspresi politik.
Pelanggengan rasialisme dan stigmatisasi menjadi akar rantai kekerasan yang berulang kali dialami oleh masyarakat Papua, baik secara struktural, kultural, maupun langsung. Cerminan stigmatisasi dan rasialisme tampak pada penyebutan tertentu terhadap masyarakat Papua.
Sebutan yang mereduksi posisi sebagai manusia atau dehumanisasi yang bercokol dari waktu ke waktu dan menjadi legitimasi tindakan kekerasan terhadap mereka.
Tak hanya itu, SETARA Institute mendesak Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menindak tegas aparat yang bersikap represif terhadap mahasiswa Papua sebagai preseden pengurangan tindakan represif sekaligus memastikan kebijakan ketidakberulangan (guarantees of non-repetition).