Sediakan 4.000 Dosis, BIN Gelar Vaksinasi Massal di 3 Wilayah di Sultra

Baca Juga

MATA INDONESIA, KENDARI – Badan Intelijen Negara (BIN) daerah Sulawesi Tenggara atau Binda Kendari menggelar vaksinasi massal di Kendari. Kegiatan vaksinasi ini akan dilakukan selama tiga hari yaitu 11-13 November 2021.

Kabinda Sultra Brigjen TNI Raden Toto Oktaviana mengatakan bahwa kegiatan vaksinasi kali ini dipusatkan di tiga gerai yang ada di Kota Kendari, Kabupaten Konawe dan Kabupaten Konawe Selatan.

“Dalam penyelenggaraan vaksin kali ini, BIN Sultra menargetkan sekitar 3.000 orang yang terdiri dari 1.000 orang tiap daerah. Terdapat lima titik yang menyasar pelajar dan masyarakat umum secara door to door atau jemput bola utamanya lansia,” ujarnya, Kamis 11 November 2021.

Toto mengungkapkan bahwa percepatan vaksinasi harus terus dilakukan lantaran vaksinasi COVID-19 di Sulawesi Tenggara baru mencapai 35,36 persen. Padahal amanat Presiden RI, Joko Widodo, pada akhir tahun 2021 harus mencapai 70 persen.

“Ini pekerjaan yang tidak mudah, seluruh stakeholder perlu mendukung pelaksanaan vaksinasi COVID-19, semoga bisa tercapai 70 persen. Selalu saya sampaikan, mari datang ke gerai vaksinasi yang tersedia di wilayah, vaksin aman dan halal,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini