Rupiah Kembali Tersungkur, Ini Tiga Penyebabnya

Baca Juga

MINEWS.ID, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada akhir perdagangan Senin 2 September 2019 Sore. Rupiah terkoreksi ke posisi Rp 14.194 per dolar AS atau melemah 0,06 persen.

Sementara itu, kurs referensi Bank Indonesia Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.190 per dolar AS atau melemah dibanding Jumat kemarin, yakni Rp14.237 per dolar AS. Hari ini, rupiah bergerak di dalam rentang Rp 14.185 hingga Rp 14.202 per dolar AS.

Mengutip data RTI Bussines, sore hari ini, pergerakan mata uang utama Asia juga melemah atas dolar AS. Yen Jepang melemah 0,02 persen. Yuan China melemah 0,29 persen. Dolar Singapura yang melemah 0,26 persen.

Mata uang negara-negara Eropa seperti Euro dan Poundsterling juga melemah masing-masing 0,16 persen dan 0,68 persen. Dolar Australia pun melemah 0,22 persen.

Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pelemahan mata uang garuda pada sore hari ini disebabkan oleh sejumlah sentimen dari eksternal antara lain sebagai berikut:

Pertama, soal kekhawatiran atas eskalasi terbaru perang dagang AS dan China yang membuat pasar kembali bergolak Mulai 1 September kemarin. AS mulai mengenakan bea masuk 15 persen untuk importasi produk asal China senilai 125 miliar dolar AS di antaranya smartwatch, televisi layar datar, dan alas kaki.

Sebelumnya, total produk China yang sudah terkena bea masuk di AS mencapai 250 juta dolar AS.

“China juga membalas. Kemarin, Negeri Tirai Bambu itu mengenakan bea masuk 5-10 persen untuk impor produk made in the USA senilai 75 miliar rupiah. Bea masuk baru ini mencakup 1.717 produk, termasuk minyak mentah. Ini adalah kali pertama minyak asal AS dibebani bea masuk di China,” ujar Ibrahim.

Kedua, soal indeks Manajer Pembelian Manufaktur Umum Caixin China (PMI) mencatat kenaikan menjadi 50,4 pada Agustus atau naik dari 49,9 pada Juli. PMI non manufaktur juga resmi naik untuk pertama kalinya dalam lima bulan menjadi 53,8 pada Agustus dari 53,7 pada Juli.

Sektor manufaktur China menunjukkan pemulihan pada Agustus, terutama karena meningkatnya aktivitas produksi. Namun, permintaan secara keseluruhan tidak membaik dan permintaan asing menurun secara signifikan.

Ketiga, kondisi politik di Inggris yang belum menentu memungkinkan negara tersebut keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan. Maka dengan sendirinya ekonomi Inggris Raya akan terguncang sehingga akan berdampak terhadap ekonomi anggota Uni Eropa salah satunya German.

Bank Sentral Eropa (ECB) dalam pertemuan kebijakan moneter berikutnya pada 12 September kembali akan memangkas suku bunga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Presiden Prabowo Gandeng Partisipasi Aktif Seluruh Elemen Masyarakat Bersama Berantas Narkoba

Oleh: Sari Dewi Anggraini Ancaman peredaran narkoba yang semakin meresahkan Indonesia memerlukan penanganan serius dan menyeluruh. Presiden Prabowo Subianto, dalam...
- Advertisement -

Baca berita yang ini