MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS diprediksi akan kembali tertahan di zona merah pada perdagangan Rabu 30 Oktober 2019. Sebagai perbandingan, kemarin rupiah ditutup tak bergerak pada posisi Rp 14.025 per dolar AS.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim meramalkan pergerakan rupiah akan melemah tipis di kisaran Rp 14.010 hingga Rp 14.040 per dolar AS.
Ia mengatakan, pergerakan rupiah hari ini disebabkan oleh sejumlah sentimen dari luar maupun dalam negeri.
Pertama, soal perjanjian perdagangan antara AS dan China yang diperkirakan akan tampak lebih cepat dari jadwal yang ditetapkan.
“Masih terbuka kemungkinan perjanjian tersebut bisa saja berjalan lancar atau bisa saja batal, jika kompromi tidak dapat dicapai,†kata dia.
Kedua, Bank sentral AS diperkirakan akan memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya berturut-turut. Investor mengamati indikasi bahwa ada kemungkinan pemangkasan lebih lanjut dan untuk ekspektasi pelonggaran lebih lanjut pada tahun 2020.
Ketiga, soal Brexit. Uni Eropa telah sepakat untuk menunda keluarnya Inggris dari Brexit hingga tiga bulan mendatang. Tetapi negara itu lumpuh secara politik lantaran parlemen semalam menolak upaya Perdana Menteri Boris Johnson untuk menjadwalkan pemilihan 12 Desember.
Sementara dari internal, pergerakan rupiah dibayangi oleh rencana pemerintah untuk mencari utang seiring dengan kebutuhan negara yang membengkak akibat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.
“Selama penggunaan utang memang positif tidak masalah seperti situasi persoalan utang dimana suku bunganya rendah, tentunya akan menguntungkan,†kata Ibrahim.
Sentimen lain datang dari prediksi Bank Indonesia (BI) yang memperkirakan pertumbuhan kredit masih akan meningkat pada kuartal IV 2019. Meski pada kuartal III 2019 saldo bersih tertimbang menunjukkan angka 68,3 atau mengalami penurunan dari kuartal sebelumnya yang sebesar 78,3.
“BI optimis akan adanya pertumbuhan kredit pada kuartal IV 2019 ini berdasarkan hasil survei yang dilakukan di industri perbankan. Peningkatan kredit didorong oleh optimisme dengan kebijakan moneter yang longgar dan pertumbuhan ekonomi yang menguat. Penyaluran kredit pada kuartal IV 2019 diperkirakan akan lebih longgar,†ujar dia.