Ruas Tol Cigombong-Cibadak Rampung Akhir 2021

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pembangunan jalan tol Ciawi-Sukabumi Seksi 2 ruas Cigombong – Cibadak sepanjang 11,9 km akan selesai akhir tahun 2021.

Kehadiran ruas tol tersebut dapat menjadi jalan alternatif penghubung menuju kawasan pariwisata di sekitar wilayah Sukabumi seperti Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng hingga Geopark Ciletuh. Selain itu, juga akan semakin memperlancar konektivitas perekonomian masyarakat baik dari sektor industri, barang, dan jasa karena akan tersambung dengan wilayah Jawa Barat bagian selatan seperti Bogor dan Ciawi.

Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan, Endra S. Atmawidjaja mengatakan, ruas tol Cigombong – Cibadak yang terkoneksi dengan wilayah Bogor akan terhubung dengan tol Jagorawi. Sehingga dapat mengurangi waktu tempuh dari Jakarta menuju Sukabumi yang sebelumnya 4 jam sampai 5 jam melalui jalan alteri menjadi 1 jam sampai 2 jam lebih cepat. ”Dulu kalau ke Sukabumi rasanya lama sekali, biasanya kita berhadapan dulu dengan titik-titik macet di Ciawi, Cigombong, Cicurug, Cibadak baru ke Sukabumi. Nanti adanya tol ini Insya Allah akan lebih cepat sekitar 2 jam bisa sampai,” kata Endra, Selasa 10 Agustus 2021.
Kementerian PUPR menyebut, ruas Cigombong – Cibadak merupakan bagian dari tol Ciawi-Sukabumi sepanjang 54 km. Saat ini, pembangunan ruas tol ini sudah mencapai 75,55% dan ditargetkan selesai akhir 2021.
Secara kesuruhan Jalan Tol Ciawi – Sukabumi dikelola Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) PT Trans Jabar Tol terdiri dari 4 seksi. Yakni Seksi 1 Ciawi-Cigombong sepanjang 15,35 km sudah beroperasi sejak Desember 2018.
Kemudian Seksi 2 Cigombong-Cibadak sepanjang 11,90 km, Seksi 3 Cibadak-Sukabumi Barat sepanjang 13,70 km dan Seksi 4 Sukabumi Barat-Sukabumi Timur sepanjang 13,05 km.
Jalan Tol ini nantinya akan terkoneksi dari Jakarta menuju Kota/Kabupaten Sukabumi dengan terhubung jalan tol Jagorawi di sebelah utara. Diharapkan dengan selesainya tol Ciawi – Sukabumi akan semakin mendongkrak iklim usaha serta peningkatan perekonomian di wilayah Bogor, Ciawi maupun Sukabumi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini