MATA INDONESIA, JAKARTA – Republik Vanuatu kembali menyerang kedaulatan dan integritas Indonesia dengan menggaungkan isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Kota New York, Amerika Serikat (AS).
Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-78 itu, Perdana Menteri Republik Vanuatu Bob Loughman Weibur menuding masyarakat Papua Barat terus menderita karena maraknya pelanggaran HAM.
Negara itu bahkan mendesak Kantor Komisaris HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meninjau langsung kondisi di Bumi Cenderawasih. Meski demikian, Republik Vanuatu seolah tak peduli dengan dengan pembantaian para guru yang dilakukan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata.
Dan perlu diketahui bahwa ini bukan pertama kalinya bagi negara Pasifik tersebut membahas masalah HAM di tanah Papua. Lantas mengapa Republik Vanuatu begitu gencar mengangkat isu HAM Papua di PBB?
Bahkan hampir di setiap Sidang Umum PBB, negara ini selalu menyinggung isu pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua. Sekretaris Ketiga Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI), Sindy Nur Fitri dalam bantahannya mengatakan bahwa apa yang dilakukan Republik Vanuatu adalah separatis berkedok peduli HAM
Sejak 2016, Republik Vanuatu –negara yang hanya memiliki luas 12,189 km2 itu gencar menyuarakan HAM di tanah Papua. Berikut serangan yang dilancarkan Republik Vanuatu terhadap kedaulatan dan integritas Indonesia.
2016
Indonesia mendapat sorotan di Sidang Majelis Umum PBB. Setelah Republik Vanuatu dan lima negara Pasifik lainnya, yaitu Solomon Islands, Tonga, Nauru, Marshall Islands, dan Tuvalu melayangkan tuduhan pada Indonesia.
Negara-negara itu menuduh Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM di Papua. Oleh sebab itu, mereka mendesak PBB segera bertindak. Tak hanya itu, para pemimpin Pasifik ini juga menyerukan Indonesia untuk menghormati hak-hak dari penduduk asli Papua.
Melalui pernyataan resmi yang dibacakan PTRI Nara Masista Rakhmatia, Indonesia menilai apa yang dilakukan enam negara di Kepulauan Pasifik itu telah melanggar Piagam PBB. Padahal salah satu agenda utama Sidang Umum PBB kali ini adalah untuk membahas implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs).
“Para pemimpin tersebut malah memilih untuk melanggar piagam PBB dengan mengintervensi kedaulatan negara lain dan melanggar
integritas teritorial,” kata Nara saat membacakan tanggapan resmi pemerintah Indonesia di Sidang Umum PBB kala itu.
2017
Delegasi Indonesia kembali jadi perbincangan saat membacakan hak jawab dalam sesi debat umum di Sidang Majelis Umum ke-72 PBB. Ialah Ainan Nuran yang membacakan hak jawab itu pada 25 September 2017.
“Satu kali sudah terlalu banyak untuk hoax dan dugaan keliru yang diedarkan oleh individu-individu yang termotivasi untuk melakukan aksi separatis di Papua dan Papua Barat,” kata Ainan.
Pada pernyataan itu Ainan juga menyebutkan bahwa negara-negara yang pro-separatis tak mengerti atau bahkan menolak untuk mengerti tentang pembangunan di Papua dan Papua Barat. Dia lalu menyebutkan beberapa di antaranya.
“Dalam 3 tahun terakhir, 4.325 kilometer jalan dibuka, 30 pelabuhan baru dibangun, 7 bandara baru dibangun, 2,8 juta orang Papua mendapatkan kesehatan dasar secara gratis, 360.000 siswa Papua mendapat pendidikan gratis,” papar Ainan kala itu.
2018
Sementara pada 2018, giliran mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang angkat suara. Ia menyampaikan bahwa Indonesia tidak akan tinggal diam bila negara kepulauan Vanuatu mengusik kedaulatan teritori Indonesia.
“Indonesia tidak akan membiarkan negara mana pun merusak integritas teritorial NKRI. Saya ulangi akan dengan teguh membela integritas teritorialnya. Masuknya Papua itu ‘kan resolusi PBB, bukan keputusan Indonesia saja. Kita tegas bahwa sekali lagi berbuat itu, tentu kita akan juga mempunyai satu cara untuk melawan itu,” kata Jusuf Kalla saat itu.
2019
Lagi-lagi Republik Vanuatu menyebut ada dugaan pelanggaran HAM di Papua dalam Sidang Majelis Umum PBB. Ketika itu tudingan disampaikan oleh mantan Perdana Menteri Charlot Salwai Tabimasmas.
“Kami mengecam pelanggaran HAM terhadap masyarakat asli Papua. Kami juga meminta pemerintah Indoenesia, sebagai negara mitra, untuk bertindak adil dan memberi akses bagi misi PBB,” kata Tabimasmas kala itu.
Indonesia melalui Rayyanul Sangadji menegaskan Papua adalah bagian dari Indonesia. Rayyanul balik menuding motif Vanuatu mengangkat isu Papua di PBB bukanlah dilatari kepedulian terhadap HAM melainkan karena negara itu mendukung separatisme. Rayyanul menyebut langkah provokatif Vanuatu adalah state-sponsored separatism.
2020
Seolah belum bosan, Republik Vanuatu melalu mantan PM Bob Loughman kembali membahas masalah HAM. Namun, diplomat muda, Silvany Austin Pasaribu menegaskan bahwa Indonesia dengan sadar berusaha mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, termasuk di Papua.
“Sangat memalukan bahwa satu negara ini terus-menerus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau menjalankan pemerintahannya sendiri. Terus terang saya bingung bagaimana bisa suatu negara mencoba untuk mengajar negara lain, sementara kehilangan inti dari seluruh prinsip dasar Piagam PBB,” tutur Silvany kala itu.
2021
Dan pada 2021, PM Bob Loughman Weibur dengan lantangnya mengatakan bahwa masyarakat Papua menderita karena pelanggaran HAM. “Pelanggaran HAM terjadi luas di seluruh dunia, masyarakat Papua Barat terus menderita pelanggaran HAM,” ucap Weibur dalam pidatonya di Sidang PBB, Minggu, 26 September 2021.
“Forum Pasifik dan pemimpin ACP diantara pemimpin lainnya telah meminta pemerintah Indonesia untuk mengizinkan kantor Komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk mengunjungi Papua Barat dan memberikan penilaian independen,” sambungnya.
Pidato PM Bob Loughman dibantah oleh PTRI Sindy Nur Fitry. Menurutnya, Republik Vanuatu membantu mengadvokasi Gerakan separatisme dengan kedok keprihatinan terhadap hak asasi manusia.
“Vanuatu mencoba membuat dunia terkesan dengan apa yang di sebut kepedulian terhadap HAM, tapi kenyataanya versi HAM mereka dipelintir dan tidak menyebut tindakan teror yang tidak manusiawi dan keji yang dilakukan kelompok separtasi bersenjata,” tegasnya dalam hak jawab.