Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintahan Prabowo-Gibran menjadi langkah strategis dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Program ini bertujuan memberikan asupan gizi yang cukup bagi siswa mulai dari tingkat PAUD, SD, SMP, hingga SMA, serta ibu hamil dan menyusui.
Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Ali Khomsan, menyatakan bahwa MBG merupakan upaya besar yang akan dilakukan secara nasional guna membangun generasi sehat dan cerdas.
Menurut Prof. Ali Khomsan, program ini memiliki peran penting dalam menekan angka stunting yang selama ini menjadi masalah serius di Indonesia.
“Salah satu alasan mengapa program gizi seperti ini penting adalah karena isu stunting sejak tahun 2019 telah menjadi isu nasional. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, persoalan stunting tidak hanya terjadi pada balita, tetapi juga ditemukan pada anak usia sekolah dengan angka prevalensi mencapai 18-23%,” ujarnya.
Dalam implementasinya, program MBG menghadapi tantangan besar. Saat ini, baru sekitar 600.000 anak yang menerima manfaat MBG, dari target 82 juta penerima. Pemerintah menargetkan pada Agustus 2025, program ini dapat menjangkau hingga 15 juta anak, dengan harapan cakupan maksimal bisa tercapai pada akhir tahun.
Dibandingkan dengan program serupa di negara lain seperti Thailand dan Malaysia, MBG di Indonesia memiliki cakupan yang lebih luas. Di Thailand dan Malaysia, program gizi sekolah lebih terfokus pada pemberian susu, sementara di Indonesia, MBG menyediakan makanan lengkap.
“Kalau di Amerika Serikat, program makan bergizi sekolah sudah berjalan sejak 1946 dan masih ada hingga kini. Ini menunjukkan bahwa keberlanjutan sangat penting untuk memastikan manfaat jangka panjang,” tambah Prof. Ali.
Tantangan lain yang dihadapi dalam penyelenggaraan MBG adalah sistem pengelolaan yang masih perlu disempurnakan. Saat ini, makanan disiapkan oleh vendor-vendor yang harus melayani sekitar 3.000 siswa per dapur. Selain itu, faktor logistik, distribusi, dan pengelolaan limbah menjadi aspek yang harus diperhatikan. “Evaluasi formatif secara berkala sangat diperlukan untuk memastikan efektivitas dan efisiensi program ini,” tegasnya.
Prof. Ali Khomsan menegaskan bahwa program ini merupakan investasi jangka panjang bagi SDM Indonesia.
“Perbaikan gizi tidak bisa dilihat dalam satu atau dua tahun, melainkan membutuhkan waktu lebih lama untuk menunjukkan dampak signifikan terhadap pertumbuhan fisik dan prestasi akademik anak-anak. Oleh karena itu, keberlanjutan dan konsistensi program ini harus dijaga agar manfaatnya dapat dirasakan secara maksimal di masa depan,” pungkasnya.
Dengan segala tantangan yang ada, MBG tetap menjadi harapan besar dalam menciptakan generasi unggul yang siap menyongsong Indonesia Emas 2045. Diharapkan, program ini dapat terus dievaluasi dan diperbaiki agar benar-benar memberikan manfaat optimal bagi masyarakat luas.