MATA INDONESIA, JAKARTA – Di saat Pandemi Covid-19 ini, manufaktur Tanah Air masih menjadi leading sector perekonomian nasional. Pada triwulan III/2021, sektor usaha industri pengolahan menyumbang 0,75 persen (year on year/Y-on-Y) terhadap pertumbuhan ekonomi, yang sebesar 3,51 persen.
Angka pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini agak sedikit melambat, namun sumbangsih sektor manufaktur terhadap perekonomian nasional masih tinggi.
“Perlambatan ini sudah kami perkirakan, karena kasus COVID-19 naik pada Juli-Agustus terlebih adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 di beberapa wilayah, seperti halnya Purchasing Managers Index (PMI) juga sempet melambat pada bulan-bulan tersebut,” kata Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang, Kartasasmita, Jumat 5 November 2021.
Angka pertumbuhan sektor manufaktur pada kuartal III/2021 juga lebih tinggi dari petumbuhan ekonomi. Pada periode itu sektor pengolahan tumbuh sebesar 3,68 persen. “Bila melihat lebih dalam datanya, pertumbuhan industri lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi. Hal ini menandakan trajectory dari pertumbuhan industr masih berada di jalur yang tepat,” ujar Agus.
Pertumbuhan industri pengolahan didukung peningkatan kinerja beberapa sub sektornya, seperti tumbuhnya industri alat angkut sebesar 27,84 persen yang didukung kenaikan produksi kendaraan bermotor sebagai dampak pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM-DTP).
Kemudian Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional tumbuh 9,71 persen. Dukungan produksi farmasi dan obat-obatan untuk memenuhi permintaan domestik dalam penanganan Covid-19. Selanjutnya, Industri Logam Dasar tumbuh 9,52 persen sejalan dengan peningkatan produksi untuk memenuhi permintaan luar negeri yang tinggi. Lalu, Industri Makanan dan Minuman tumbuh 9,52 persen. Dan ini sejalan dengan peningkatan produksi CPO dan turunannya untuk memenuhi permintaan domestik luar negeri.
Lima besar kontributor PDB di periode ini adalah industri makanan dan minuman sebesar 6,66 persen. Industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 1,96 persen. Kemdian Industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik sebesar 1,57 persen. Selain itu Industri alat angkutan 1,46 persen, serta industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 1,05 persen. “Hal ini menunjukkan bahwa industri manufaktur punya peran penting bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Agus.
Selama COVID-19 dan pemberlakuan PPKM level 4 di beberapa wilayah, Kementerian Perindustrian mengeluarkan berbagai kebijakan. Hal ini untuk mendukung keberlangsungan sektor manufaktur di masa pandemi. Misalnya Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) bagi perusahaan-perusahaan yang tergolong dalam sektor esensial dan kritikal. Melalui upaya tersebut, sektor manufaktur tetap mampu bertahan dari hantaman pandemi dan mampu meminimalkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Dalam penanganan pandemi, oksigen untuk industri juga beralih menjadi oksigen medis. Sehingga beberapa industri mengurangi produksinya. “Ini juga membuat pertumbuhan sektor manufaktur menjadi lebih lambat, namun industri memberikan kontribusi yang besar bagi kesehatan masyarakat, sehingga ekonomi bisa kembali pulih,” kata Menperin.
Badan Pusat Statistik mencatat, pada kuartal III/2021 penduduk yang bekerja sebanyak 131,05 juta orang, naik sebanyak 2,6 juta orang dari Agustus 2020. Sektor industri pengolahan menyumbang sebesar 18,70 persen dari total tenaga kerja.
Agus menyebut, meski pertumbuhan perekonomian nasional pada kuartal III/2021 agak sedikit melambat, Kemenperin meyakini saat ini kepercayaan diri para pelaku industri di tanah air sudah tumbuh kembali. Hal tersebut tercermin dari PMI pada Oktober 2021 yang mencapai di level 57,2 atau naik 5 poin. Ia beharap sektor industri pengolahan mampu terus mendongkrak perekonomian nasional. “PMI kita bulan lalu kembali memecahkan rekor, jadi saya optimis target dapat tercapai,” katanya.
Sektor manufaktur juga memberikan dampak positif terhadap kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) lapangan usaha industri penolahan non migas sebesar 5,69 persen. Lima besar kontributor berdasarkan lapangan usaha di periode ini adalah industri alat angkutan sebesar 17,48 persen, industri barang galian bukan logam sebesar 11,37 persen, industri logam dasar sebesar 10,73 persen, industri barang logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik 8,11 persen, serta industri karet barang dari karet dan plastik sebesar, 7,52 persen.