MATA INDONESIA, KENT – Malla Fuller, istri dari terpidana nekrofilia yang melakukan pelecehan seksual terhadap 99 mayat perempuan dan anak-anak angkat suara mengenai kengeriannya setelah mengetahui sang suami melakukan kejahatan untuk waktu yang lama, 20 tahun!
Ialah David Fuller, pria yang mengaku membunuh Wendy Knell dan Caroline Pierce pada 1987 di pengadilan Inggris pada Jumat (5/11). Pria berusia 67 tahun itu memukuli para perempuan di apartemen mereka di Kent, Inggris tenggara, sebelum berhubungan seks dengan tubuh tak bernyawa kedua korbannya.
Meski begitu, aksi kejahatan Fuller belum tercium aparat kepolisian. Ia tetap bebas selama 30 tahun usai pembunuhan tersebut, namun bukti DNA akhirnya mengindentifikasi bahwa Fuller merupakan pelaku pembunuhan ganda yang mengerikan tahun lalu.
Saat itulah ketertarikan patologis Fuller dengan mayat terungkap, ketika polisi menggerebek rumahnya dan menemukan empat hard drive yang dikemas dengan jutaan gambar dan video pelecehan.
Pekerja Layanan Kesehatan Nasional (NHS) – yang menggunakan pekerjaannya sebagai pengawas teknis di rumah sakit untuk mengakses kamar mayat – diketahui telah menyalahgunakan jasad setidaknya 99 perempuan berusia antara 9 hingga 100 tahun.
“Saya tidak bersamanya. Saya tidak bisa melanjutkan hubungan itu. Saya terlalu sedih untuk memikirkan apa yang sedang terjadi, saya tidak dapat menerimanya. Anda tidak dapat membayangkan betapa bingungnya saya,” tutur Mala Fuller kepada MailOnline, melansir News.com.au.
Mala, yang berasal dari Trinidad, pindah dari rumah yang dia tinggali bersama suaminya di pinggiran kota yang makmur di pantai selatan Inggris pada empat bulan lalu. Maya dan suaminya telah hidup bersama selama 20 tahun.
“Saya tidak bisa tinggal di rumah itu setelah mengetahui apa yang dia lakukan dan apa yang terjadi di sana. Saya ingin sendiri dan menjalani hidup ini sendiri,” ucapnya terisak.
Tetangga mengungkapkan Mala memberi tahu mereka bahwa pernikahannya berakhir hanya beberapa pekan setelah penangkapan Fuller pada Desember tahun lalu. Ketika polisi menggerebek rumahnya, dia masih bekerja untuk Maidstone dan Tunbridge Wells NHS Trust.
“Mala menjelaskan bahwa dia tidak akan melanjutkan hidupnya dengan sang suami. Adik Mala telah membantunya melewati masa yang sangat sulit ini. Tidak ada yang bisa tetap menikah dengan monster seperti itu,” kata tetangga.
Pelanggaran kamar mayat Fuller terungkap setelah polisi menangkapnya atas pembunuhan Wendy dan Caroline. Petugas menemukan empat hard drive yang dikemas dengan jutaan gambar dan video pelecehan ketika mereka menahannya akhir tahun lalu.
Di antara rekaman itu adalah bukti mengejutkan bahwa Fuller telah menghabiskan waktu setidaknya 12 tahun menyalahgunakan mayat. Fuller mendokumentasikan setiap kejahatannya berupa gambar dan video, bahkan menyimpan domentasi itu berdasarkan folder nama korban.
Pihak berwenang mengungkapkan bahwa mereka mungkin tidak pernah mengetahui jumlah pasti dari korban Fuller, meskipun mengatakan jumlah korban bisa mencapai ratusan.
Dan anggota parlemen top sekarang menuntut penyelidikan publik tentang bagaimana kengerian itu bisa terjadi. Sebanyak 99 korban yang diketahui berada di kamar mayat di Rumah Sakit Kent and Sussex di Tunbridge Wells, Inggris, yang ditutup pada September 2011, dan Rumah Sakit Tunbridge Wells pengganti di Pembury terdekat.
Pelanggaran Fuller – diberi label “hal-hal mimpi buruk” oleh jaksa – akhirnya diizinkan untuk dilaporkan setelah dia mengaku membunuh Wendy dan Caroline. Kedua perempuan itu dipukuli sampai mati di flat Kent mereka dan diserang secara seksual saat mereka tak lagi bernyawa.
Polisi akhirnya menjerat Fuller tuduhan berlapis. Tapi aparat kepolisian kemudian menemukan banyak kejahatan baru yang mengerikan saat menggeledah rumahnya.
Fuller bahkan menulis buku harian tentang serangan seksualnya, yang disimpan di ruang rahasia di properti yang dia tinggali bersama istrinya. Azra Kemal, perempuan berusia 24 tahun adalah salah satu dari mereka yang dianiaya oleh Fuller di Rumah Sakit Tunbridge Wells setelah dia meninggal karena jatuh dari jembatan.
Juru bicara Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson menyebut kasus itu benar-benar mengejutkan. “Perdana Menteri berbagi rasa jijik dan keprihatinan yang dirasakan oleh orang-orang di seluruh negeri,” katanya.
“Sifat memuakkan dari kejahatan ini sangat sulit untuk dipahami dan sementara kata-kata tidak dapat menggambarkan rasa sakit yang diderita para keluarga korban, Perdana Menteri sangat tersentuh oleh beberapa pengalaman yang telah dibagikan. Pikirannya juga tertuju pada Wendy Knell dan Caroline Pierce, yang dibunuh secara brutal lebih dari 30 tahun yang lalu,” tuturnya.