MATA INDONESIA, JAKARTA – Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite, solar, dan pertamax akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan suku bunga acuan.
Menurut Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Faisal Rachman terdapat tiga poin penting atau dampak naiknya BBM. terutama terhadap Outlook Ekonomi 2022.
Pertama, kenaikan harga ketiga jenis BBM berisiko dapat memangkas pertumbuhan ekonomi sampai dengan 0,33 ppt. Faisal menyampaikan, hingga semester I-2022, ekonomi Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,23 persen. Ini karena dukungan naiknya mobilitas setelah pelonggaran PPKM, bansos dari pemerintah. Dan kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan.
“Dengan demikian, kami masih melihat ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh di kisaran lima persen. Secara full-year pada 2022 ini,” ujar Faisal Rachman, Minggu, 4 September 2022.
Kemudian yang kedua, kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut akan memicu naiknya inflasi. Berdasarkan hitungan BMRI, kenaikan harga pertalite sebesar 30,72 persen dan pertamax sebesar 16,00 persen secara total akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 ppt. Sementara itu, kenaikan harga solar sebesar 32,04 persen akan berkontribusi sebesar 0,17 ppt pada tingkat inflasi.
“Hitungan ini sudah memperhitungkan first round impact atau dampak kenaikan harga ketiga jenis BBM tersebut secara langsung, dan second round impact atau dampak lanjutan pada inflasi seperti naiknya harga jasa transportasi, distribusi, hingga kenaikan sebagian harga barang dan jasa lainnya,” katanya.
Dengan demikian, BMRI memprediksikan inflasi pada akhir 2022 akan berada pada kisaran 6,27 persen, atau lebih tinggi dari angka proyeksi awal yang sebesar 4,60 persen. Sementara itu, inflasi inti akan berada pada kisaran 4,35 persen pada akhir tahun ini.
Faisal memberikan catatan, hanya terdapat empat bulan berjalan di sisa tahun ini. Sehingga dampak dari second round impact masih akan berlanjut pada 2023. Terutama pada semester pertama. Hal ini adanya kondisi sticky price atau harga beberapa barang dan jasa yang cenderung lambat terhadap penyesuaian harga.
“Oleh sebab itu, kami melihat inflasi pada 2023 berpotensi akan berada pada kisaran 3,50 persen sampai 4,00 persen” ujar Faisal.
Selanjutnya yang ketiga, suku bunga acuan dapat naik lebih tinggi dari perkiraan awal. Faisal mengatakan, kenaikan inflasi umum ke kisaran 6,27 persentahun ini dan inflasi inti ke atas target range. Ini juga akan mendorong Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan. Atau BI7DRRR sebesar maksimal 100 bps ke 4,75 persen pada sisa tahun.
Angka tersebut lebih tinggi. Dengan asumsi awal BMRI yang sebesar 50 bps ke 4,25 persen sebelum adanya kenaikan BBM bersubsidi. “Kenaikan inflasi yang berlanjut ke semester I-2023 juga akan membuka peluang BI untuk melanjutkan kenaikan suku bunga acuan pada awal 2023,” katanya.