MINEWS.ID, JAKARTA – Banyaknya lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing yang menjadikan isu Papua sebagai lahan untuk mengeruk keuntungan merupakan bukti Indonesia lemah dalam menangkal propaganda asing.
“LSM-LSM tersebut dukung kemerdekaan Papua dan kita tidak lakukan kontra atas propaganda itu. Ini bukti bahwa fungsi intelijen dan kontra narasi kita masih lemah,†kata Pengamat Intelijen dan Keamanan, Stanislaus Riyanta di Jakarta, seperti dikutip Selasa 10 September 2019.
Dia juga menilai pemblokiran jaringan internet dan komunikasi saat kerusuhan di Papua dan Papua Barat kemarin merupakan suatu kekeliruan.
Untuk melawan kontra propaganda, Stanislaus menilai, pemerintah tak bisa lakukan sendirian, tapi perlu bantuan media massa dan masyarakat juga.
Seharusnya ketika kerusuhan itu merebak, pemerintah mengajak jurnalis ke Papua, membuka akses dan menunjukkan kondisi yang sebenarnya.
Biar masyarakat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi di sana. Dia menilai hal tersebut merupakan upaya untuk menangkal beredarnya informasi dari media dan LSM asing yang sangat menghendaki Papua dan Papua Barat lepas dari Indonesia.
Dia juga menilai kasus Papua tak semata-semata berkaitan dengan rasisme saja. Justru banyak faktor yang melatarbelakanginya.
Maka tawaran solusinya juga harus beragam. Harus dilakukan dengan pendekatan keamanan dengan melawan propaganda, budaya dengan melakukan dialog tokoh masyarakat setempat hingga pendekatan humanis sehingga menciptakan trust atau kepercayaan kepada masyarakat di sana.
Semua itu harus dilakukan secara paralel dan dengan kerja keras. Sobat Papua