MINEWS.ID, JAKARTA – Narapidana (Napi) kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto alias Setnov kembali menggemparkan khalayak ramai. Foto dirinya kembali beredar di dunia maya tengah asyik ‘plesiran’ di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, pada Jumat 14 Juni 2019.
Setnov tampak berada di sebuah tempat penjualan bahan bangunan di kawasan Padalarang. Dari foto yang beredar tersebut, ia terlihat mengenakan kemeja lengan pendek, kepalanya memakai topi hitam dan wajahnya ditutup masker.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Bandung, Tejo Herwanto juga tak menampik jika Setya Novanto meninggalkan Lapas Sukamiskin. Lebih lanjut, Tejo menjelaskan jika Setnov keluar untuk menjalani pemeriksaan di RS Santosa Bandung lengkap dengan pengawalan dari petugas kepolisian dan Lapas.
Jika memang demikian, mengapa Setnov bisa kedapatan berkeliaran di tempat lain? Apakah ini bentuk kelalaian dari pihak Lapas Sukamiskin? Ataukah ada indikasi suap antara Setnov dan pihak Lapas sehingga ia bisa bebas berkeliaran keluar?
Menanggapi hal ini, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa kebebasan seorang narapidana beraktivitas di luar Lapas adalah sesuatu yang sangat mungkin, karena ada beberapa hal yang menjadi dasar dan merupakan hak narapidana, misalnya remisi, asimilasi, cuti menjelang bebas atau berobat.
“Nah, alasan terakhir ini (berobat) sering disalah gunakan, termasuk untuk kasus yang terakhir ini dari Setnov,†ujar Fickar, Sabtu, 15 Juni 2019.
Fickar menambahkan, bahkan berdasarkan info pada masa lalu seorang napi bisa keluar setiap malam untuk tidur di rumah dan pagi sudah berada di Lapas lagi.
“Jadi sangat mungkin kesempatan untuk keluar dari Lapas’ bagi napi menjadi komoditi. Dan ini sudah terbukti dalam kasus Lapas Sukamiskin. Bahkan kasus Dirjen PAS yang menerima tas mewah dari mantan kepala Lapas Sukamiskin belum diproses hukum lebih lanjut oleh KPK,” kata Fickar.
Maka, ia pun berharap KPK harus menindak lanjuti pemeriksaan-pemeriksaan atas sejumlah kejadian yang berindikasi korupsi termasuk kejadian Setnov ini. “Kemungkinan ada indikasi suap antara Setnov dan Pengurus Lapas sehingga ia bisa keluar-masuk. KPK perlu mengusut hal ini,†ujar dia.
Sementara itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menyatakan bahwa kejadian yang menimpa Setnov ini adalah penyimpangan pengawasan di Lapas Sukamiskin.
“Tentunya ini kewenangan Kemenkumham, bukan kewenangan KPK. Maka seharusnya ada sanksi dari Dirjen PAS atas tindakan kelalaian ini. Sedangkan kalau untuk Setnov sendiri tak ada sanksi yang dikenakan,†ujar Chairul.
Tapi Chairul pun tak menampik jika nanti ada indikasi suap antara Setnov dan petugas Lapas, maka KPK boleh melakukan penyelidikan dan penyidikan.
“Iya, kalau ada indikasi suap, KPK boleh melakukan penyelidikan dan penyidikan. Tapi kalau ini Cuma kelalaian saja, sanksi administrasi bisa dikenakan kepada petugas. Bisa jadi sanksinya berupa penurunan pangkat atau mutasi,” kata Chairul. (Krisantus de Rosari Binsasi)