MATA INDONESIA, JAKARTA – Teror yang dilakukan oleh KST Papua belum juga usai. Teranyar adalah penyerangan yang diduga dilakukan oleh KKB terhadap Pos Koramil Kisor di Afiat Selatan, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Kamis 2 September 2021) lalu.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais), Soleman B. Ponto pun mengungkapkan sejumlah masalah yang masih mengganjal sehingga pergerakan KST Papua belum sepenuhnya dipadamkan.
Ia menjelaskan bahwa disadari atau tidak, pergerakan KST Papua bertalian dengan realisasi Otsus Papua. Apalagi masih ada pihak di Papua juga menolak revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
“Oleh karena itu Otsus Papua belum berjalan dengan benar. Kalau Otsus sudah berjalan dengan benar, maka keamanan di Papua juga bisa jalan,” ujarnya, Rabu 8 September 2021.
Ia juga mengungkapkan bahwa sejauh ini pola penanganan KST Papua yang dilakukan oleh Kopassus dan aparat kepolisian perlahan mulai membaik, meski belum optimal. Ia juga menegaskan bahwa kondisi Papua jangan dianalogikan sebagai wilayah rawan sehingga perlu melakukan wajib militer. Untuk itu, tidak perlu melakukan operasi gabungan yang melibatkan Marinir dan Paskhas untuk memberantas KST Papua.
“Jika merupakan operasi penegakan hukum maka lakukan dengan optimal,” katanya.
Soleman pun menjelaskan bahwa di atas kertas kekuatan KST Papua kalah jauh dengan TNI yang memiliki SDM dan peralatan yang canggih. KST Papua cuma unggul dalam penguasaan wilayah. Selain itu pada dasarnya KKB merupakan kelompok yang gemar dan terbiasa untuk berperang. Tidak heran di Papua kerap terjadi perang antar suku.
“Mereka cuma memanfaatkan kelengahan dari pihak lain. Jika lawan lengah maka akan diserang,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat Terorisme dan Intelijen dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya. Ia mengatakan, untuk menyelesaikan masalah Papua dibutuhkan top leader dari NKRI yang mumpuni, mempunyai kapasitas, kredibel dan dukungan politik yang konstruktif dari parlemen dan berbagai pihak.
“TNI yang bergerak untuk menumpas KST Papua itu tergantung keputusan politik pemerintah,” katanya.
Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah mengambil keputusan secara berimbang proporsional dengan semua pendekatan, tegas, terukur dan komprehensif untuk menuntaskan pergerakan KST Papua.
Harits juga meminta pemerintah pusat perlu mengkaji secara serius untuk menemukan rintangan utama untuk membangun Papua. Selain itu pemerintah pusat juga harus konsisten menggerakkan semua komponen yang diperlukan untuk mencapai kemajuan-kemajuan riil di semua sektor di Papua.
Ia juga berharap agar para pemimpin lokal Papua perlu punya komitmen untuk mengakhiri konflik. Komitmen untuk bersama membangun Papua yang makmur adil dan maju dengan berkeadaban.
“Oleh karena itu para penguasanya harus tidak bermental korup dan oportunis. Masyarakat Papua sejatinya tidak akan memberikan dukungan aksi separatisme jika hidup mereka makmur dan berkeadilan,” ujarnya.