MATA INDONESIA, KUPANG – Aliansi Peduli Kemanusiaan menggelar diskusi online terkait perdagangan orang yang masih marak di NTT pada Rabu 3 Agustus 2022 malam.
Kegiatan diskusi yang bertajuk “Sampai Kapan Masyarakat NTT Menjadi Korban Perdagangan Orang” ini dipandu oleh Ardy Milik dan menghadirkan Mariance Kabu, Dortia Abanat (penyintas TPPO) serta Metusalak Selan sebagai Narasumber.
Sementara yang menjadi penanggap adalah Ketua Jaringan Anti Kekerasan Perempuan dan Anak (JAKPA) NTT Pdt Emy Sahertian, Ketua KNPI NTT Yoyaris Mau, Ketua GMKI Cabang Kupang Eduard Nautu dan Ketua LMND Eksekutif Kupang Umbu Tamu Praing.
Pdt Emy Sahertian mengungkapkan bahwa tindakan perdagangan orang masih marak di NTT. Tindakan kejahatan kemanusiaan ini disebabkan oleh para mafia transnasional yang kaki tangannya ada di NTT.
“Otak dari mafia transnasional itu tidak ada di Indonesia tapi ada di luar negeri seperti Malaysia. Dan Malaysia tidak punya keseriusan untuk memberantas mafia tersebut,” ujarnya.
Ia melanjutkan bahwa persoalan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini merupakan persoalan serius di Indonesia, termasuk NTT.
Pdt Emy juga mengungkapkan bahwa selama ini pihaknya serasa bergerak sendiri untuk memperjuangkan nasib warga NTT yang menjadi korban perdagangan manusia. Dan selama ini yang melakukan pendekatan dan pendampingan kepada korban cuma datang dari kalangan tokoh agama seperti pastor maupun pendeta.
“Bekerja dengan legislatif (DPR) itu ego sektoralnya luar biasa. UU disiapkan tapi tidak menyentuh masyarakat terutama di NTT. Dan kami merasa bergerak sendiri, padahal ada legislatif,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa human traficking sudah menjadi darurat di Indonesia. “Saya merasa negara masih absen karena masih ada kasus saudara menjual saudara. Ini merupakan bentuk penjajahan yang mengerikan,” ujarnya.
Sementara Yoyaris Mau menjelaskan bahwa salah satu faktor pemicu meningkatkan pengiriman tenaga kerja non prosedural ke luar negeri karena ketiadaan atau minimnya lapangan kerja di NTT. Ia turut menyoroti kebijakan dari Pemprov NTT perihal Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS).
“Kebijakan TJPS tidak berjalan dengan baik. Kalau pengelolaannya baik, maka masyarakat tidak akan pergi cari kerja di luar negeri,” katanya.
Ia menambahkan bahwa yang harus didorong ke depan adalah kebijakan pemerintah terutama Pemprov NTT harus lebih merakyat atau menyentuh langsung kepada masyarakat.
Selanjutnya Umbu Tamu Praing mengatakan bahwa kondisi NTT yang merupakan provinsi termiskin ketiga di Indonesia menjadi salah satu penyebab banyak orang yang pergi mencari kerja di luar negeri.
“Kepentingan masyarakat lokal tidak diakomodir, para pemangku kebijakan dan pengusaha hanya mementingkan kepentingan sendiri atau untuk sekelompok orang saja,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa negara seharusnya hadir untuk menjawab persoalan masyarakat. Terutama UMKM-UMKM yang dibuat masyarakat perlu difasilitasi agar bisa memutus rantai kemiskinan dan memutuskan rantai pengiriman tenaga kerja ilegal ke luar negeri.