MINEWS.ID, JAKARTA – Imam Nahrawi adalah nama yang tidak asing lagi di dunia politik karena sejak muda dia memang senang berorganisasi. Terutama semasa menjadi mahasiswa di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya pada 1991.
Saat itu sempat menjabat Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Surabaya dan Jawa Timur salah satu organisasi di bawah Nahdlatul Ulama (NU).
Pengalamannya belajar berorganisasi itulah yang menghantarnya sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) pada 2014. Namun, kematangan politik Imam diperolehnya sejak dia menjadi politik PKB sejak 1999.
Pada tahun itulah dia mengawali karir politiknya yaitu sebagai Ketua Divisi Pemuda DPW PKB Jawa Timur periode 1999-2004. Jika pengalamannya belajar berorganisasi hanya selama tiga tahun dari 1995 sampai dengan 1998 yaitu menjabat Ketua Umum PMII Surabaya dan Ketua Umum PMII Jwa Timur, namun di politik praktis Imam menghabiskan waktunya lebih lama.
Jabatan terakhir Imam di PKB adalah Sekretaris Jenderal yang dijalaninya sejak 2008-2014. Modal politiknya antara 1999 – 2014 itulah yang mengantarnya sebagai anggota DPR RI pada 2014.
Rupanya garis tangan berkata lain, sebab lobi-lobi politik bos PKB Muhaimin Iskandar tampaknya membawa berkah bagi Imam yang mengantarnya menjadi Menteri Pemuda dan Olah raga periode 2014-2019.
Namun tidak ada yang mengetahui perjalanan hidup seorang manusia kecuali Allah SWT. Karir politik yang moncer pun harus ternoda pada Rabu 18 September 2019 ini, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka korupsi dana hibah KONI.
Tak ada lagi yang bisa diperbuat Imam saat ini selain menggumamkan sebait lirik, “que sera-sera, what ever will be, will be.”