Pakar: Keterlibatan BIN dalam Omnibus Law untuk Antisipasi ‘Penumpang Gelap’

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam penyusunan draft Undang-Undang Omnibus Law sangat dibutuhkan. Menurut Pengamat Politik Karyono Wibowo, hal ini sebagai bentuk antisipasi kehadiran ‘penumpang gelap’ atau oknum-oknum yang punya kepentingan tertentu di balik penyusunan Omnibus Law ini.

“Ini menjadi salah satu upaya atau treatment dari pemerintah untuk menyukseskan Omnibus Law. BIN dan Polri ditugaskan untuk mengawal penyusunan RUU ini agar tetap on the track dengan cita-cita awal Jokowi tanpa ditunggangi ‘penumpang gelap’” ujarnya kepada Mata Indonesia saat ditemui di Hotel Sentral Pramuka, Jakarta Pusat, Kamis 27 Februari 2020.

Kata Karyono, ‘penumpang gelap’ itu terdiri dari dua pihak. Yang pertama, mereka ikut terlibat dalam penyusunan RUU Omnibus Law, tapi punya kepentingan terselubung untuk membelokkan semangat awal Omnibus Law.

“Sementara pihak yang kedua adalah pihak yang memang tidak setuju dengan kehadiran Omnibus Law. Mereka ingin membatalkan agar perekonomian Indonesia berjalan stagnan dan status kita masih tetap sebagai negara berkembang, gak maju-maju” katanya.

Direktur Indonesia Public Institute (IPI) ini juga mengungkapkan soal tujuan awal penyusunan draft RUU Omnibus Law ini yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terutama dari sisi investasi dan juga untuk menciptakan peluang bagi kehadiran lapangan kerja baru di masa depan.

Agar tujuan awal tak melenceng karena ulah ‘penumpang gelap’ tersebut, maka kehadiran BIN maupun Polri sangat dibutuhkan.

“Tujuannya untuk melakukan deteksi dan pencegahan dini agar informasi soal draft RUU ini tak menyebar secara bias di masyarakat. Itu sudah benar. Hal ini juga inheren dengan visi dan misi Jokowi yaitu soal kartu prakerja,” ujarnya.

Meskipun demikian, kata Karyono, penyusunan draft UU ini harus terbuka kepada publik agar kelak tak jadi bom waktu. Artinya Pemerintah maupun DPR perlu memberikan ruang bagi publik untuk memberikan masukan bagi Omnibus Law.

“Seharusnya begitu, pengesahannya agak lama tapi nantinya berguna bagi semua. Daripada buru-buru menyusun dan mengesahkan, tapi malah merugikan masyarakat. Dan Masyarakat bisa saja melakukan protes besar-besaran atas pengesahan UU ini,” katanya.

Di satu sisi, Karyono juga menganjurkan kepada masyarakat agar tidak buru-buru menolak kehadiran Omnibus Law, tanpa mempelajari dan memahami isi draftnya. “Masyarakat jangan buru-buru tolak. Pahami dulu karena spirit awalnya bagus,” ujarnya.

Tentu saja dari sisi politik, pengesahannya tak akan mengalami hambatan berarti karena mayoritas anggota parlemen berasal dari koalisi pemerintah.

Namun, Karyono menganjurkan agar pemerintah juga jangan terburu-buru mengesahkan Omnibus Law, namun perlu membuka ruang bagi partisipasi publik.

“Yang perlu diperhatikan adalah dalam pembahasan UU ini perlu didiskusikan agar tak menjadi masalah setelah disahkan. Ini jadi agenda bersama dan harus mendapat dukungan dari masyarakat. Maka perlu buka ruang diskusi bagi masyarakat,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Hilirisasi Buka Lapangan Pekerjaan dan Arah Ekonomi

Oleh: Winna Nartya *) Dalam perdebatan publik, hilirisasi kerap direduksi menjadi larangan ekspor bahan mentahatau pembangunan smelter. Padahal, substansi kebijakan ini jauh melampaui industri berat. Staf Khusus Menteri Investasi dan Hilirisasi, Sona Maesana, menekankan bahwa hilirisasiadalah soal penciptaan nilai tambah yang berkelanjutan, kemandirian ekonomi, danpembukaan lapangan kerja, serta penentuan arah masa depan bangsa. Ia melihat, daripengalamannya di dunia usaha dan kini di ranah kebijakan, bahwa hilirisasi hanya akanbertahan bila ekosistem investasinya sehat dan ada keberpihakan pada pelaku lokal. Karenaitu, ia menilai sekadar mendirikan pabrik tidak cukup; pertanyaan kuncinya adalah siapa yang menikmati nilai tambahnya dan bagaimana rantai pasoknya melibatkan anak bangsa secaraaktif. Dalam pandangannya, hilirisasi mesti membuka pekerjaan lokal, mengikutsertakan UKM, dan menaikkan kelas pengusaha Indonesia melalui kemitraan yang nyata. Di ranah kebijakan, Sona Maesana menjelaskan pemerintah mendorong integrasi antarapelaku lokal dan asing, memberi insentif bagi investor yang membina industri lokal, sertamenata regulasi yang transparan agar tumpang tindih perizinan berkurang. Ia juga menilaikecepatan dan kepastian perizinan lebih penting daripada angka komitmen investasi di ataskertas, karena tanpa eksekusi yang jelas, angka hanyalah janji. Sebagai jembatan antarabahasa investor dan bahasa pemerintah, ia mendorong cara pandang baru: bukan sekadar“menjual proyek”, melainkan menumbuhkan kepercayaan jangka panjang. Ia pun mengingatkan bahwa hilirisasi tidak berhenti pada mineral dan logam; sektor digital, pertanian, farmasi, hingga ekonomi kreatif perlu masuk orbit hilirisasi melalui keterhubunganstartup kesehatan dengan BUMN farmasi, petani dengan pembeli industri lewat platform lokal, serta skema yang mengkomersialisasikan inovasi kampus.  Di tingkat kelembagaan, peta jalan hilirisasi diperkuat oleh kolaborasi antarpemerintah, industri, dan kampus. Himpunan Kawasan Industri (HKI) menandatangani nota kesepahamandengan Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, yang disaksikan Presiden Prabowo Subianto. Ketua Umum HKI, Akhmad Ma’ruf Maulana, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan perwujudan AstaCita untuk mendorong kemandirian ekonomi, memperkuat keberlanjutan, dan mempercepatinovasi teknologi sebagai pilar pertumbuhan. Ia menegaskan peran HKI sebagai penghubungsektor industri, pendidikan, dan pemerintah untuk melahirkan daya saing berbasispengetahuan dan inovasi. Ruang lingkupnya meliputi penyelarasan kurikulum dengankebutuhan industri, kolaborasi riset untuk mempercepat hilirisasi dan menarik investasi, sertapeningkatan daya saing melalui pembentukan SDM industri yang unggul. Contoh konkret hilirisasi yang langsung menyentuh pasar tenaga kerja tampak di Aceh. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Cut Huzaimah, menyerukan penghentianekspor karet mentah karena pabrik pengolahan di Aceh Barat, yaitu PT Potensi Bumi Sakti, siap beroperasi menampung seluruh produksi lokal. Ia menilai pengolahan di dalam daerahpenting untuk mendorong hilirisasi, membuka lapangan kerja, dan menaikkan kesejahteraan. Pabrik yang berdiri di lahan 25 hektare itu memiliki kemampuan mengolah 2.500 ton karetkering per bulan, dan pemerintah daerah menilai stabilitas serta keamanan investasi harusdijaga agar manfaatnya langsung dirasakan rakyat Aceh. Di klaster pangan–petrokimia, hilirisasi juga dikuatkan melalui kemitraan strategis. DirekturUtama PT Pupuk Indonesia (Persero), Rahmad Pribadi, menjelaskan bahwa perusahaanmemperluas kerja sama dengan Petronas Chemicals Group Berhad untuk memperkuatketahanan pangan regional sekaligus mendorong hilirisasi pupuk dan petrokimia di Indonesia. Kolaborasi ini mencakup penjajakan sinergi pasokan urea dan amonia, transfer pengetahuan teknis dan operasional, serta penguatan tata kelola Kesehatan, Keselamatan, danLingkungan (Health, Safety, and Environment/HSE).  Jika ditautkan, tiga simpul di atas, yakni kebijakan investasi yang berpihak pada pelaku lokal, penguatan link–match kampus–industri, dan proyek pengolahan komoditas serta petrokimia, menggambarkan logika hilirisasi yang lengkap. Lapangan kerja tidak hanya muncul di pabrikutama, melainkan juga pada efek pengganda: logistik bahan baku, jasa pemeliharaan mesin, kemasan, transportasi, layanan digital rantai pasok, hingga jasa keuangan dan asuransi. Dengan kurikulum yang diselaraskan, talenta lokal tidak sekadar menjadi tenaga operasional, melainkan juga teknisi, analis proses, dan manajer rantai pasok....
- Advertisement -

Baca berita yang ini