MATA INDONESIA, JAKARTA – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-undang (RUU) Otonomi Khusus (Otsus) Papua di DPR RI Komarudin Watubun mengungkapkan bahwa kehadiran UU Otsus jilid II bertujuan pemerataan pembangunan Papua dan meningkatkan kesejahteraan orang asli Papua (OAP).
Ia juga menjelaskan bahwa revisi kedua UU Otsus Papua mengakomodasi perlunya pengaturan kekhususan bagi OAP dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan dan perekonomian.
“Selain itu, juga untuk mendukung pembinaan masyarakat adat,” ujarnya, Kamis 19 Agustus 2021.
Dalam bidang politik, perubahan dapat dilihat dengan diberikannya perluasan peran politik OAP dalam keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten atau Kota (DPRK). DPRK merupakan sebuah nomenklatur baru pengganti DPRD.
Dia menambahkan, revisi kedua menegaskan pula bahwa kursi dari unsur pengangkatan anggota DPRK tidak boleh diisi dari partai politik.
“Namun memberikan afirmasi 30 persen dari unsur perempuan. Penegasan ini juga berlaku bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP),” katanya.
Sementara itu, dalam bidang pendidikan dan kesehatan, UU yang baru juga mengatur kewajiban pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota mengalokasikan anggaran pendidikan dan kesehatan untuk OAP.
Sedangkan di bidang ketenagakerjaan dan perekonomian, kata Komarudin, Pasal 38 RUU Otsus Papua menegaskan, dalam melakukan usaha-usaha perekonomian di Papua, wajib mengutamakan OAP. Anak-anak asli Papua yang memenuhi syarat pendidikan dapat direkrut menjadi tenaga kerja.
Dalam bidang pemberdayaan, Pasal 36 ayat (2) huruf (d) menegaskan bahwa sebesar 10 persen dana bagi hasil dialokasikan untuk belanja bantuan pemberdayaan masyarakat adat.
“Dengan semakin berdayanya masyarakat adat, diharapkan menyentuh juga pemberdayaan Orang Asli Papua,” ujarnya.
Sementara itu, terkait lembaga Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPRP, Komarudin mengatakan, UU Otsus hasil revisi juga memberikan kepastian hukum bahwa MRP dan DPRP berkedudukan di ibu kota provinsi.
Anggota MRP tidak boleh berasal dari partai politik. Sedangkan terkait dana Otsus, DPR dan pemerintah menyadari bahwa persoalan Otsus Papua bukan semata-mata mengenai besaran dana. UU baru memperkenalkan tata kelola baru penggunaan dana otsus.
Pemerintah dan DPR menyadari bahwa selama 20 tahun Otsus Papua, banyak program berbagai kementerian atau lembaga tidak sinkron. “BK-P3 dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembangunan Papua,” katanya.